Bahagia Itu. . .#1
Bahagia itu, melambaikan tangan
ke se-kotak asrama sambil berteriak girang “daaaahgg sampai jumpaaaaaa……hi ha
hi hi 3x”. Kendati sebatang badan gak bikin timbangan keberatan, tetap ketawa
ketiwi menyusuri rute yang sepertinya dah berakar tunggang dalam otak kecil.
Dah digusur gak pergi-pergi juga. Buktinya si orange pemikat hati dengan lampu depan always on, gak sempat kewalahan bin kesal muter-muter kesana kemari
dibawa nyasar oleh nyonyanya seperti biasa.
Jaket di
badan, kaus tangan dan kaki biar gak hitam, helm merah merona dan tak lupa head set di telinga buat dengerin musik.
Elemen penting untuk soundtrack
episode “menjauhi kotak asrama” meski bikin daun kuping merana. Tak masalah.
Ini adalah bahagia.
Panas terik,
bau aspal, debu sepanjang jalan, asap knalpot hitam truk dan macet di Sicincin,
Kayu Tanam, Silaiang dan Kota Padang Panjang pun dilewati dengan senyuman
(walau senyum yang mempesona ini buat pengendara kiri kanan menatap risih). Tak
peduli, ini adalah bahagia Tem. Setiba di rumah, aku tergeletak tak berdaya di
atas kasur yang berdebu di sana sini. Tetap saja Tem. Ini bahagia, xixi.
Ayo serentak
katakan Bingo, eh Wow maksudnya (otak nyeleneh ke workshop lagi nih, galau *nelen guling) karena udara di luar asrama
ternyata beda dengan yang di dalam asrama. (Hayo calon ahli kimia masa depan,
kaitkanlah dengan partikel atom penyusun molekul senyawa dalam udara. Sertai
dengan Chemistry Triangle makroskopik, mikroskopik plus simbol, but eitss jangan
sampai melenceng dari tujuan pembelajaran kita. Kalau ada praktikumnya, ingat
indikator proses. Hoalah otak kok tereduksi RPP mulu ya, jangan-jangan nih otak
mengalami korosi nih, ahrgggggg). Bisakah kita permisi sebentar dari wokcop ini? (Oooooh biarkan aku bernafas
sejenaaakkkk sebelum jadi larutan jenuuuuuuhhh _enakan jadi larutan penyangga
deh cyin *setel lagu NOAH)
Kembali ke
topik. Apa sih bahagia itu? Kak Agus (my
favorite writer, hehe <3) berpesan di buku Titik Nol, “mencari kebahagiaan laksana ikan muda yang mencari lautan. Dia
berenang dari samudra ke samudra, sungai, telaga, rawa, teluk dan selat. Seekor
ikan yang bijak memberitahunya bahwa ini sudah lautan. Namun sang ikan muda
menyangkal, ini bukan lautan, ini hanya air!” . Hmm jawabannya bahagia itu
ternyata ada di sisi kita. Ada selalu bersama kita. Hanya saja kita yang tak
menyadari kehadirannya.
Jadi
sebegitu sederhanakah
bahagia? Walau kebahagiaan hari ini mesti dibayar dengan tak melihat prosesi
ajaib Kak Ria sebelum tidur, aksi-aksi aktor film yang sia-sia karena Rivo,
sang penonton tak bertanggung jawab ini sudah terlelap sebelum film di notebooknya itu selesai, serta genggaman
erat lekat bak lem cap kambing tangan Liza di lenganku untuk menemaninya ke
kamar mandi sebelum tidur. Bahagia itu ternyata juga melenyapkan hal-hal yang
dirindui.
Ruang hampa
udara, 30/3-13
Komentar
Posting Komentar