Berkabar dalam Diam
Pernahkah mendengar kata pepatah “kedekatan malah
memperlebar jarak”. Bagaimana kita bisa memaknai sebuah kedekatan dan bagaimana
pula kita memahami jarak? Apa mungkin dekat berarti tak berjarak sedang
berjarak berarti tak dekat. Coba kita lihat kalimat dalam setiap tulisan atau
paraghraf yang kita buat. Tak bisa kita rangkai menjadi dekat semua bukan? Kita
tidak akan bisa membacanya. Jikalau bisa, kita akan bosan dan malah membuang tulisan
itu. Salah cetak.
Pernahkah mendengar kata pepatah, “jika tak ada
kabar berarti kabarnya adalah baik-baik saja”. Terkadang berkabar setiap saat membuat
kita menjadi deretan tulisan tanpa spasi. Tidak berguna dan akhirnya terbuang
begitu saja.
Hidup bukanlah masalah pilihan tetapi tentang sebuah
perjalanan. Bagaimana bisa kita berhenti di jalur yang bergerak sendiri. Kendati
mengatasnamakan kenangan. Kenangan bukan sekedar ingatan tapi pelajaran. Kenangan
bukan sesuatu yang harus kita raih kembali. Kenangan bukanlah bagian untuk
hidup di dalamnya.
Jika 5 hari ke depan terlewati maka genap sudah 5
bulan kita belum sempat berjumpa. Tepat lima bulan Einsten membuktikan
teorinya, “keabadian adalah ketidakabadian itu sendiri.” Tentu saja kehidupan bukanlah
secuil lingkaran kecil yang hanya kita tahu dan kita duga. Kalau tak percaya
lihatlah dalam lingkaran itu, apa terlihat di detik 5 bulan kurang 5 hari yang
lalu kata “pulang” dan “Padang” sungguh terasa berat? Labor TIK, perpisahan
sekolah, English Club, drama Malin Kundang, Gunung Kopi, Gunung Meukek, Someone Like You masih benderang dalam
ingatan. Memang lingkaran kita sudah berbeda, hanya saja risau dan rindu
berjumpa masih sama.
Kami berkabar dalam diam, bukan karena kami tak
ingat lagi. Tapi menunggu kabar. Meski diam, kami selalu memerhatikan sebisa
yang kami bisa lakukan. Menunggu kabar bisakah meniti jalan sendiri dan
menjemput kesuksesan. Kami menunggu kabar. Selamat ujian dan sampai jumpa lagi.
Padang,
10 Maret 2013
Komentar
Posting Komentar