Harmoni

Ahrgggg aku harus memulai tulisan ini dari mana? Aku teriak lho. Maklum aku sudah lama meninggalkan gaya hidup di bawah tekanan. Dimana ada pemimpin redaksi, tema tulisan yang sudah ditentukan dan deadline yang harus ditepati. Sebenarnya tulisan ini adalah permintaan temanku yang katanya sedang galau. Wah tentu saja aku ogah menyanggupinya. Tema tulisannya itu lo. Begini isi pesannya

“Pertamanya kamu doakan aku cepat sembuh”

Hmm bolehlah, aku mengangguk-angguk.

“dan tulis betapa agak gantengnya aku walaupun sakit,”


Nah lo, mulai deh semena-menanya.

“Kenapa tidak dibuat saja sendiri?” aku menyerang.

Hanya berselang 2 menit, dia membalas

“Seorang pahlawan sejati tak pernah menceritakan dirinya sendiri, saya ikhlas kok diceritain yang baik-baik. Ntar saya anggap kamu sahabat terbaik.”

Diceritain yang baik-baik ya? That’s the point. I have no idea. Rasanya berfikir sekeras apapun aku tak tahu hal baik apa yang sudah kamu lakukan, padaku tentunya. Aku saja yang baik begini tak pernah bilang sama kamu kalau aku baik.
Hoalah, aku berpikir lama. Berfikir sejauh aku bisa berfikir hingga menghasilkan sebuah pesan

“Aduh saya takut tidak bisa membuat yang terbaik untukmu. . .”

Masih berselang 2 menit

“Maunya kamu titik. Kamu penuhi aku senang, kamu dapat pahala. Ini bulan Ramadhan, pahala dilipat gandakan, sorga lo.” 

Sorga? Aku diiming-imingi sorga sodara sodara. Aih kau tahu sekali titel sahabat terbaik darimu tak mempan bukan? Oke oke aku mengetikkan pesan,

 “Ya udah, aku usahain, gak gratis lo! *dibubuhi ikon senyum”

 “Siiip… permen telapak kaki satu ya?”

Appppa? Permen telapak kaki? Kejam betul lah orang ini. Tak tahu apa, ini termasuk kerja rodi. Lagi-lagi ku tekan tuts handphone

 “gak jadilah *plus ikon sedih”.

 Tak lama balasan smsnya pun tiba

“Iya, whatever you want, seperti gak tau saya saja.”

Percakapan via sms pun berakhir.

Hmm…aku mulai menyusun jalan cerita untuk teman terbaikku ini. Wait wait, barusan aku bilang terbaik. Kantong, mana kantong, huekkks. Aku mencoba mengingat-ingat, menapak tilasi kenangan dan obrak abrik rekam jejak dia. Srrrr….HP-ku bergetar. Sebuah pesan masuk. Aku membacanya dengan tampang frustasi.

“Semoga saja cerita itu selesai sebelum kupejamkan mata malam ini.”

Apa ini semacam deadline absurd? Mana aku tahu kapan dia akan memejamkan mata. Kupastikan dia akan cepat tertidur malam ini. Seberapa cepatpun aku selesai menulis. Hilang sudah permen telapak kakiku.
Baiklah, permintaannya segera kueksekusi. Kumulai dari namanya. Dia mengaku harmoni adalah asal muasal namanya. Sebenarnya, aku sangat kagum dengan pengertian namanya menurut bahasa itu. Namun, jika melihat hubungannya denganku yang selalu saja rusuh, aku mulai meragukannya. Dia tidak harmoni.
Beralih tentang kebaikannya. Ini cukup sulit. Apa menyebutku tak ada cantik-cantiknya itu sebuah kebaikan? Atau kata-katanya kepadaku yaitu “dari sekian juta kekuranganmu ternyata kau ada lebihnya juga” itu kebaikan? Bagaimana dengan ingin menimpuk mukaku dengan kulit durian? Atau selalu berkata kenapa aku bodoh sekali? Atau pernah bilang andai dia punya bom, dia akan meledakanku dengan bom, itu juga kebaikan? Stop stop stop, hehe tak seburuk itu kok.
Sejatinya dia adalah laki-laki yang baik. Setidaknya itulah yang dikatakan teman sekamarku. Aku langsung menolak mentah-mentah dengan hati yang sedikit mengangguk-angguk setuju. Palsunya diriku. Dia memenuhi dasadarma point satu sampai sembilan. Sedang point sepuluh masih butuh perbaikan. Walau aku berani bertaruh lingkungan yang baru di asrama dengan berbagai jurusan-lah yang membuat dia ikut terbawa-bawa.
Kita lanjut ke…. Nah ini dia bagian tersulit. Dia sedang sakit. Lebih dari seminggu dia merengek-rengek padaku minta ditemani ke rumah sakit. Menceracau tentang penyakitnya yang parah. Bahkan sampai minta maaf untuk terakhir kalinya seakan mau mati esok hari. Akupun menemaninya ke rumah sakit. Waktu itu hujan. Kami tak peduli. Kamipun mengurus tetek bengek rumah sakit yang menyebalkan, menunggu, administrasi, pergi ke ruang pemeriksaan, menunggu lagi, dia diperiksa, dirujuk ke ruang ronsen rumah sakit yang lebih lengkap, menunggu lagi, hasil ronsen siap, pergi ke ruang pemeriksaan rumah sakit pertama lagi, dan ruangan tutup. Usaha dilanjutkan esok hari. Di jalan pulang dia terlihat sangat sedih. Katanya kalau ini parah, dia ke dukun saja.
Esok harinya hasil pemeriksaan tentang jenis penyakitnya diketahui. Begitupun dengan bentuk pengobatannya. Dampaknya adalah yaaaa begitulah. Dia galau dimana-mana. Di kelas, di sms, di facebook, di tempat makan, di telepon dan di jalan. Bodohnya, aku tidak tahu harus berbuat apa. Maafkan aku jika jarang bertanya. Bukan karena aku tak peduli namun aku hanya takut mengingatkan kalau kamu sedang sakit.
Hooampph, sudah malam, kusudahi saja note ini. Maklum, aku tipe-tipe makhluk yang patuh pada deadline.  Kalaupun dia sudah tidur. Tak apalah, dia harus banyak istirahat biar cepat sembuh. Kalau dia sakit, aku juga turut sedih. Melalui note ini kutitip pesan “cepat sembuh teman. Galaumu di kelas tak enak dipandang. Liza bisa marah besar lagi padamu.”

Batusangkar, 12 Juli

Komentar

  1. Semoga Harmoni atau teman yang buruk kak Anti cepat sembuh. Dan untuk kak Anti, selamat menjadi teman yang baik. Nanti kalau permen kakinya dua, Duni mintak satu ya :D

    BalasHapus
  2. haahaha Duni, itu dua orang yang berbeda....iya 1 bwt Duni yg manis, hehe...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapak, Ibuk dan Ceritanya

Your Dying Heart

Pengalaman TOEFL ITP Online