Mein July

Bau hujan dan buku masih menakjubkan di hari pertama bulan Juli. Menikmatinya di Padang Panjang, membuatnya kian menakjubkan. Di sebuah kedai minuman tepat di pinggir mulut jalan masuk ke Malibo Anai. Kedai ini dibangun dari paduan kayu dan rotan yang langsung dinaungi genteng seng tanpa loteng. Pukul 12 siang seperti ini laksana kala subuh saja. Kabut pekat dan awan gelap menyelimuti kota. Suara hujan di atas genteng, jalanan aspal maupun tanah mampu mengalahkan percakapan lima orang bapak-bapak hingga mereka berusaha bicara dengan berteriak-teriak.

Aku memesan mie rebus dengan telur kuning masak sempurna dan teh botol Sosro. Aku melahapnya dengan nikmat sambil membaca buku yang baru kubeli. Hmm, hujan akan lama. Dari waktu ke waktu jumlah orang yang berteduh semakin banyak. Ibu, bapak, tua, muda. Mereka rata-rata memesan teh hangat. Aku memerhatikan sekeliling hingga mataku bertumbukan dengan pasangan muda-mudi yang duduk di pojokan kedai. Pasangan yang serasi, pikirku. Mereka duduk dekat-dekat. Saling bercerita dan menggenggam tangan. “Ya, aku tahu cuaca sangat dingin, gak usah diperjelas,” terdengar suara perempuan dari seberang tempat dudukku dengan gaya berbisik-bisik. Hohoho, mereka berdua baru saja membesarkan volume suara hatiku. Hihi, mungkin mereka sama sepertiku. Sedikit iri. Just a little.
Ini adalah hari pertama di bulanku. Hanya sebentar lagi hingga umurku bertambah satu. Hujan lebat di awal bulan ini, ditemani buku, mie rebus dan teh botol sosro, sempurna untuk kembali meraih mimpi yang tak tergapai di bulan-bulan yang lalu. Aku dengar, satu tetes hujan yang jatuh ke bumi tepat dijaga oleh satu malaikat. Tiba-tiba, aku juga merindukan seorang penjaga. Ah, sudahlah. Usai tulisan ini, kuharap hujan sudah berhenti. Ibuku di rumah sudah lama menanti.
Padang Panjang-1 Juli

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapak, Ibuk dan Ceritanya

Your Dying Heart

Pengalaman TOEFL ITP Online