Sedih

Galau kupikir awalnya, rupa-rupanya sedih.

Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Dengan perasaan tak menentu, aku berkemas. Berlari turun ke lantai dasar. Mengambil motorku di tempat parkir dan memacunya sekencang yang aku bisa. Batusangkar, lagi-lagi aku datang lagi.


Sepanjang perjalanan pulang, aku masih saja diliputi rasa yang sama. Kosong. Tidak senang. Dan … ah aku malas mengakui, kalau aku kesepian. Memang di asrama, aku tinggal berdua dengan temanku. Temanku yang tinggal satu inipun juga sering pulang ke rumahnya. Tapi, ini bukanlah masalah yang tidak biasa bagiku. Terkadang aku juga sangat suka menyendiri dan sengaja menjauhkan diri dari teman-temanku kalau memang ingin sendiri dalam kurun waktu tertentu. Tapi ini lain. Aku hanya merasa sedih, titik.

Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Rumahku masih jauh.

Aku tak gamang walau alam hitam legam. Aku tak takut sendirian meski di dalam kesunyian jalan. Aku sudah terlalu sibuk dengan pikiranku untuk merasakan hal yang macam-macam. Tentu saja, pada akhirnya aku hanya perlu merasa puas untuk terus memaknai dan memahami hidup yang terus berputar tanpa bisa ditawar-tawar. Menjalani pilihan-pilihan yang datang dan pergi layaknya kotak Pandora. Sekali kau buka, kau tenggelam di dalamnya tanpa tahu kotak itu berisi apa. Terserah nanti kau ingin mengutuk, menghujat atau malah ketawa cekikikan. Jalani hidupmu dengan hati yang ikhlas Nak dunia tidak pernah menunggu, kata motivator di buku-buku dan televisi.

Ya, ya, ya
Aku sudah sejauh ini, lalu apa?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapak, Ibuk dan Ceritanya

Your Dying Heart

Pengalaman TOEFL ITP Online