Ibu dan Hobi-Hobiku
Iseng-iseng
bongkar file lama. Kumpulan komik dan film manga favoritku ternyata sudah menyesakkan
memori. Aku kembali mengulang membaca dan menontonnya tetap dengan rasa yang
sama ketika pertama kali melakukannya. Bagiku tokoh anime adalah tokoh yang
patut dikagumi meski fiksi. Jika nanti aku dilahirkan kembali, rasanya aku akan
memilih menjadi Hyuga Hinata, Shizuka, Megume, Card Captor Sakura, Ran Mouri,
Aoko Nakamori. Petarung tangguh seperti Naruto, misterius dan charming seperti Ryu Amakusa, jenius
seperti Light Yagami, konyol seperti Nobita, detektif handal seperti Shinichi
Kudo, Heiji, pencuri yang penuh kejutan Kaito Kid. Dan masih banyak lagi yang
lainnya.
Tiba-tiba
telepon genggamku bergetar. Kutekan tombol terima. “Halo,” suara ibuku
terdengar dari speaker handphone. Aku menjawab dengan gembira.
“Iya Ma, Halo, Ty…….” Sebelum sempat kalimat itu selesai, suara yang sama
kembali terdengar dari seberang “Anty tak punya waktu lagi buat Mama, sudah
sangat sombong sekali. Ditelpon tak diangkat, balik menelpon pun enggan,” Ibuku
terus mencerocos tanpa memberi kesempatan bagiku untuk membela. “Hahaha, kenapa
tiba-tiba melankolis sekali,” balasku tak yakin. Aku berusaha tenang. Ibuku
merajuk. Sesaat aku merasa menjadi malin kundang tak berdaya. Tapi untuk kali
ini aku tidak akan memberi pembelaan apa-apa. Memang aku yang sibuk jumpalitan
dengan tugas-tugas dan hobi-hobiku. Dalam dua bulan ini, aku hanya pulang satu
kali saja, hehe.
Aku
dan ibu bercerita banyak hal. Tentang kakakku yang sedang dilema (xixixi),
obatnya adalah jalan-jalan ke Jakarta, (ada-ada saja obatnya, hihihi). Dengan
semangat ibu juga bercerita bagaimana ibu menelpon orang-orang baru dalam
hidupnya. Aku mendengar sambil tertawa cekikikan dengan sesekali terbahak. Tetap
dengan semangat, Ibu bercerita tentang surat pemberitahuan IP adikku yang
sangat bagus dari kampusnya. Kata ibu, prestasi adikku sangat memuaskan dan
surat itu akan disimpannya dengan baik dan benar. Aku mengomentari surat itu
dengan bahagia sambil nyeletuk akan permintaanku pada adikku yang belum juga
diselesaikan. “Dia lebih mementingkan proyek-proyeknya dari pada blogku itu Ma,”
aku pura-pura merengek. Ibu bilang, secepatnya akan ibu telpon dia untuk
mengingatkan. Akupun tertawa senang. “Bagaimana dengan Annisa Ma?” Ternyata Ibuku
belum kehilangan semangat bercerita. Ibu bilang, dia ingin pindah sekolah
dengan alasan gurunya jahat, “Hahaha….”perutku sampai sakit karena tertawa. Tak
lama, terdengar adzan shalat dzuhur dari kejauhan. Ibuku mengakhiri
pembicaraan.
Ternyata
ibu sering menelpon kakak dan adikku. Hanya aku yang terkesan hilang dari
peredaran padahal aku berada di provinsi yang sama dengan ibu. Hanya beda kota.
Bagiku ini adalah masalah hobi. Aku tidak hobi menelpon, chatting, sma-an dan lain sejenisnya. Aku hanya hobi membaca,
menuliskannya dan berjalan-jalan kesana kemari dengan modus refreshing. Ternyata selama ini, aku
hidup dengan kotak-kotak hobi itu sendiri tanpa memperhitungkan mana yang
menyenangkan dan mana yang menyenangkan tapi juga penting.
Padang, 27/4
Komentar
Posting Komentar