Satu Ruang Untuk Rasa Benci


            Aku tak pernah berfikir menyediakan satu ruang untuk rasa benci pada seseorang apalagi padamu. Meski tepat saat aku berhenti mendengungkan namamu di setiap larik do’aku, aku masih tak memiliki satu ruangpun untuk rasa benci padamu. Hanya ada ruang maaf yang begitu lapang dan tak kusangsikan bisa menyempit suatu hari nanti.
            Kau bukan Tuhan yang tak perlu dibela. Kau hanya makhluk tak tuli yang tak pernah berhenti belajar mendengar. Dan kaupun bukan jin yang tak kasat mata. Kau hanya makhluk tak buta yang susah payah belajar melihat. Tampaknya kau tak cukup dengan bilangan puluhan tahun. Hingga lambat laun, menunggu bukan lagi candu namun racun pembunuh.

Entah ini sudah memasuki tahun yang ke berapa. Ruang maafku ternyata tidak cuma-cuma. Walau seharusnya sejak kau tak perlu dibela dan tak kasat mata. Jangan kira, ruang maafku ibarat bangunan yang butuh bertahun-tahun membangun namun bisa hancur dalam hitungan detik. Ruang maafku hanya lenyap tergusur satu ruang untuk rasa benci. Rasa yang bisa terbentuk jikalau aku berdamai dengan waktu. Waktupun menyambutku dalam dekapannya.
Padang, 15 Apr

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapak, Ibuk dan Ceritanya

Your Dying Heart

Pengalaman TOEFL ITP Online