Annisa dan Rumah Lereng yang Dirindukan*
*meminjam sepenggal
judul tulisan Haris sebelumnya
Nilai bau Hanifah Rahmatul Annisa sore ini berkisar 97,5. Tinggal 2,5 poin
lagi untuk membuat seisi tempat ini tak sadarkan diri alias pingsan berjamaah.
Seloroh Papa sambil mengibas-ngibaskan tangan sembari menjauhi Nisa yang masih
asyik dengan mainannya. Aku dan Mama sontak terbahak sedang Nisa cuek saja seperti tak terjadi apa-apa.
Dia masih sibuk dengan mainannya. Adikku yang paling kecil ini, entah meniru kebiasaan
kakaknya yang mana (bukan aku tentunya, wkwkwk). Tak lama, suara Annisa
terdengar juga, “Isya sudah mandi tadi pagi, masih harum,” dalihnya sambil
tertawa cekikikan.
Percakapan
ini mengingatkanku pada zaman dahulu kala. Zaman dikala Annisa belum lahir ke
dunia. Batusangkar sekarang tidak sedingin dulu. Mandi pagi dan sore hari
dulunya sama-sama membuat tubuh menggigil. Walau begitu, bukan itulah alasan
bagi kami untuk malas mandi masa kecil dulu, tapi pesona bermain jauh lebih
hebat.
Sudah dua bulan
aku tak kunjung pulang ke rumah lereng ini. Tentunya sangat menyebalkan
mengingat ketidak-pulanganku terbelit oleh aturan dan urusan yang membosankan.
Anehnya, rumah lereng ini semakin terasa besar. Biasanya di halaman rumah, kami
bertiga plus anak-anak tetangga bermain kelereng dan petak umpet. Teras adalah
tempat kita biasa bermain bola kaki dan basket serta ruang tengah untuk bermain
badminton, hehe. Rumah tak pernah diam kecuali tengah malam karena kita tak
absen bertengkar, diomelin Mama, bertengkar lagi dan diomelin lagi. Begitu
seterusnya.
Namun
sekarang rumah lereng ini terlihat muram dan senyap. Tak ada yang bermain, tak
ada omelan dan tak ada keceriaan serupa masa kanak-kanak dulu. Walau begitu,
rumah ini tetap rumah lereng yang paling kurindukan dibanding seisi dunia,
hoho.
Akhirnya, dengan
usaha dan kerja sama Mama, Papa dan aku, Nisa mau mandi juga. Sebagai hadiah,
aku mengajaknya jalan-jalan sore. Sepanjang jalan, ia bernyanyi-nyanyi riang.
Kepala dan tangannya bergerak-gerak sesuai irama lagu. Selaku kakak yang baik,
aku hanya mendengar dengan sabar. Saking sabarnya, tak sadar sudah satu album
Cherrybelle, Cakra Khan dan Girl Band
antah barantah yang ia nyanyikan. Lelah bernyanyi ia pun bercerita tentang
nilai Ulangan Bahasa Indonesianya kemaren rendah. Ia beralasan karena gurunya
yang jahat, bukan karena ia yang malas belajar.
Tak hanya
itu, ia juga bercerita saat acara perpisahan sekolah, ia dan teman-temannya
ditugaskan untuk tari pasambahan. Ia bilang dari enam orang temannya, sepertinya
ia yang paling bagus gerakannya. Nomor dua Rafika dan nomor tiga Tania. Aku
juga mendengar dengan lebih sabar lagi. Nisa terbiasa bercerita panjang lebar
dengan sangat kronologis atau beruntun. Misalnya, untuk menceritakan penyebab
memar di tangannya saja, Nisa memulai ceritanya dari mulai bangun tidur, mandi,
siap-siap berangkat sekolah, belajar di sekolah, lonceng istirahat berbunyi,
dia belanja dulu di kantin kemudian bermain tali dan akhirnya terjatuh karena
terpeleset. Itupun ditambah dengan kutipan-kutipan pembicaraannya dengan Mama, Papa,
guru dan teman yang ia jumpai dalam rentang waktu kronologi peristiwa.
Tak lupa ia
juga bercerita tentang doanya dan Mama akhir-akhir ini adalah semoga serial
Raden Kian Santang cepat tamat. Hahaha, Papa memang tipe penonton setia
sehingga kami harus bersabar menonton Kian Santang yang seakan tak ada
habisnya. Tak lama setelah itu, tiba-tiba Nisa memintaku melihat ke awan.
“Titi, itu awan apa?” tanyanya
“Awan putih lah,” jawabku enteng.
“Ishhh bukan itu, tadi Isya belajar awan itu
ada tiga yaitu sirus, kumulus dan stratus. Kalau yang itu awan apa?”
Dengan nada polos aku pun menjawab “Titi gak
tahu Sya,”
“Issshhh udah jadi guru kok Titi gak tahu
juga,” sela Nisa
“Haha, Isya tu masa’ nanya yang gak Titi tahu. Tanya donk yang Titi tahu,” ujarku membela
Terdengar gelak tawa Nisa membahana dari
belakang sambil nyeletuk “Dari mana Isya tahu apa yang Titi tahu?”
Hoalah, Annisa ini sudah kelas berapa sih?
Kalau yang begini, niru kakaknya yang mana ya?
Batusangkar,
26/5
Komentar
Posting Komentar