Seribu Tujuh Ratus Enam Puluh Dua
Seribu
tujuh ratus enam puluh dua adalah jumlah hari, kala kau tambah aku sama dengan kita.
Kau menghentikan usia hari “kita” di angka tak cantik yang perlu dua sampai
tiga kali kupastikan kepada orang yang bertanya. Mereka sering terbalik-balik
mengeja angka. Remuk rasanya mengingat 10 hari lagi menggenapi 5 tahun bukanlah
kau tambah aku menjadi kau kau, aku aku. Biasanya di hari jadi kita, kita
merayakannya dengan bertukar pikiran tentang apa kekurangan kita pada hari atau
bulan sebelumnya. Berdoa agar hubungan ini layaknya jalan TOL, bebas hambatan. Ini
hanya break sejenak, aku berharap.
Mungkin kau hanya jenuh dengan aku yang terlalu setia. Kata orang, lelaki setia
sangat membosankan. Tapi ternyata tidak. Kau menyudahi kalimat istirahat dengan
tidak tertutup kemungkinan selama masa istirahat, aku membuka hati untuk perempuan
lain. Begitu juga denganmu.
Aku bukanlah lelaki kebanyakan. Kala
aku memutuskan bersama denganmu sekira lima tahun silam, aku sudah berfikir
bahwa suatu saat kau akan menjadi istriku. Cukup kau dan aku yang tahu sendiri,
bagaimana aku menjaga, menghormati dan menghargaimu. Kadang aku berfikir banyak
lelaki di sekitarku yang suka bermain-main dengan perempuan. Mengecewakan,
mengkhianati bahkan merusak. Namun tak mengalami sepat layak aku saat ini.
Sedang aku yang sekuat tenaga taat-taat saja, mendapat cobaan yang begitu berat
yaitu kehilanganmu. Aku remuk redam tak berbentuk. Tetapi tenang saja, aku
tidak akan memaksa. Mungkin aku bukanlah lelaki yang tepat bersanding dengan makhluk
seindah dirimu.
Well,
aku punya kata mujarab untuk pengobat lukaku. “Semua akan indah pada waktunya,”
aku ucap sebanyak-banyaknya bahkan aku tulis dengan keyakinan yang membuncah. Biasanya
azimat ini paling mujarab di setiap masalah.
Namun, mengapa sekarang tidak sama sekali?
Padang, 24 Mei
Komentar
Posting Komentar