Buruk
Edisi Khusus
Jalan-Jalan
Akhir-akhir
ini, aku sering menjelma menjadi bentuk yang sulit kuterka. Jalan jalan sabtu
lalulah aura penjelmaan itu semakin kuat kurasakan. Aku terjebak dalam kalimat
yang kuhafal betul yaitu sangat mudah
merusak satu hari, cukup dengan marah di pagi hari. Dan juga menerobos
paksa kata sandi yang kukunci betul yaitu marah
hanya berakhir dengan malu.
Ini
masih perkara jalan-jalan, salah satu hobi yang kusukai. Jalan-jalan yang
rencananya pukul 6 pagi bergulir bebas menjadi 9 pagi. Banyak yang marah,
kesal, menduga-duga tak karuan sedang aku sedikit bersyukur. Meski sudah
berkemas, aku ikhlas karena ada waktu tambahan tidur sedikit lagi. Takut tak
kuat karena aku begadang malam sebelumnya.
Bangun tidur
ketika mobil jemputan datang, sesuatu hal yang tidak diinginkan terjadi. Aku
marah, kesal dan mengumpat-umpat dalam hati. Berfikiran negatif dan berkata
macam-macam, masih di dalam hati. Aku serasa seperti nenek sihir di negeri
dongeng. Manusia buruk rupa dan buruk hatinya.
Inilah
penjelmaan yang kumaksudkan. Penjelmaan itu terwujud dari ketidakberdayaanku
dalam menguasai diri tepatnya emosi.
Kenikmatan perjalananku bersama teman-teman menjadi terusik dengan
kekesalan-kekesalan baru yang sama sekali tidak penting serta kesalahan yang
tidak seharusnya terjadi. Ternyata, tersangkut kekesalan pertama akan
mengundang kekesalan dan kesalahan baru. Juga mengundang penyesalan-penyesalan
yang buruk.
Pulang
jalan-jalan, walau lelah aku tidur dengan susah. Aku merasa begitu buruk dan
bodoh karena rela kehilangan satu hari yang indah hanya karena berfikiran negatif
yang tidak perlu. Toh aku tidak akan menjadi lebih baik dan lebih beruntung. Aku
hanya mendapatkan malu dan sesal. Dan itu buruk.
Padang
14/5
Komentar
Posting Komentar