Give Up Or…
Hari ini aku
terluka. Tepatnya hatiku. Rasanya seperti tersayat sembilu lalu dilumuri
CH3COOH a.k.a asam cuka. Sesekali rasanya juga seperti ditumbuk-tumbuk batu
ulekan lalu diolesi cabe merah super pedas di etalase Rumah Makan Padang, eh.
Sakitnya tuh terasa tak di sini saja. Menyebar ke segala arah. Layaknya aliran
kalor reaksi eksoterm. Ingin rasanya aku berteriak kemudian berlariku. Menatap
kosong rumput yang bergoyang tanpa bertanya apa-apa. Menyatu dengan debur ombak
yang…. cukup. Sudah sudah. Lama-lama aku bisa terbawa suasana melankolis yang
menyesakkan. Karena sialnya aku tidak cukup syarat dan perizinan yang kuat
untuk bersatu padu dengan suasana blue yang mengharu deru, atau sampai rolling
on the floor crying. Lebih tepatnya malas dan sia-sia. Toh besok, besok dan
besoknya lagi aku akan terluka lagi. Bahkan bisa lebih teruk dari ini.
Aku tidak terluka
sendiri. Temanku juga. Hanya saja asal muasal lukanya tidak sama. Walau
sakitnya juga menyebar kemana-mana. Bedanya dia sempat berteriak di tepi pantai.
Menambah gaduh suasana. Berharap laut menyeret luka-lukanya seperti di
film-film. Dan benar sekali. Itu hanya di film-film. Besok, besok dan besoknya
lagi dia terluka lagi.
Aku dan temanku
mungkin hanya potongan kecil dari beribu-ribu luka yang tercipta setiap hari.
Dengan pelbagai sebab musabab yang bermuara pada satu mustika sakti yaitu
pilihan. Menjadi guru adalah pilihanku. Ketika semuanya berjalan justru
menyakitkan, tidak merubah keadaan kalau semua itu adalah pilihanku. Walau
sampai saat ini aku tidak bisa menjelaskan apa yang berhasil membuatku
memutuskan hal tersebut. Takdir. Mungkin saja. Katanya dia akan memaksa kita
berbalik arah jika kita menjauhi arus. Begitupun temanku. Membentuk ikatan dan
menyatukan adalah pilihannya. Ketika semuanya malah menjadi benda tajam bersegi
banyak hingga melukainya adalah sesuatu yang tidak bisa lagi dihindari. Tetap
itu adalah pilihannya.
Begitulah, hidup
menyiapkan banyak kejutan dan teka-teki untuk dipecahkan. Entah itu kejutan
menarik, menyenangkan atau malah menyesalkan. Membuat kita pada akhirnya
memahami bahwa bukan hidup namanya jika gampang ditaklukkan. Hidup tidak pernah
memudahkan kita menemukan jalan tepat sebelum dibelok-belokan ke beberapa arah
yang salah. Dia akan membawa kita berputar-putar, tersesat jauh hingga sampai
di tujuan yang terkadang sudah ada di depan mata sejak mula. Uniknya, manusia
tidak menyerah dengan mudah. Buktinya, mereka masih hidup dan takut mati bukan?
Se-misterius apapun tujuan itu nantinya, hidup juga menyediakan jawaban atas
setiap pertanyaan yang kau lontarkan. Walau kau harus mendapatkan yang salah
dulu agar kau menghargai kebenaran, mencicipi yang pahit dulu agar kau bisa
menikmati rasa manis, terluka dulu agar kau menjaga rasa bahagia.
Dan pada akhirnya.
Tak perlulah Mario Teguh jauh-jauh datang membujukmu. Tentu saja penyembuh
terbaik adalah diri kita sendiri. Se-ingin apapun kita memaksa orang lain untuk
sesuai kehendak kita tetap saja tak ada undang-undang yang memperbolehkan kita
berbuat begitu. Se-kuat apapun seorang guru memaksakan cara yang dia yakini
benar kepada muridnya tetap akan tiada berarti jika kita belum bisa membuka
hati mereka lebar-lebar untuk perubahan. Cukup ikuti alurnya dan bereskan
setiap tantangannya. Mulailah semuanya dari titik yang membuatmu tidak terluka.
Jadikan setiap luka sebagai pelajaran untuk bangkit dan tidak mengulang luka
yang sama. Bersungguh-sungguh walau hatimu penuh goresan luka-luka.
Katanya bukan cinta
yang membuat pernikahan bertahan tetapi komitmen untuk terus bersama. Dan bukan
cinta yang membuat tujuanmu menyenangkan tetapi komitmen untuk bertanggung
jawab setelah menentukan pilihan.
Bak kata orang
bijak “You have only got three choices : give up, give in or give it all you
have got”. Aku memilih yang ketiga. Kamu?
Komentar
Posting Komentar