Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Toki Topi Toki

Gambar
       Dari semua koleksi Cantya, buku nomor satu favoritnya adalah Toki Si Kelinci Bertopi. Kadang Cantya keliru melafalkan sebagai Topi Si Kelinci Bertoki. Aku membacakan buku ini sudah banyak sekali sampai hafal narasinya. Begitupun Cantya. Seringkali dia menutup mulutku di beberapa bagian pertanda dia saja yang membacakan. Sambil berteriak dia akan menceritakan halaman tersebut dengan bahasanya sendiri. Dibubuhi improvisasi versinya pula. Hingga Chayra datang ikut nimbrung baca sambil berusaha membolak balik halaman. Kalau sudah begitu Cantya dengan gaya emak-emak usia 30-an akan menasehati Chayra untuk tidak menyobek bukunya. Buku itu harus dijaga ya Nak! Sedikit penggalan isi petuahnya. Buku cerita bergambar karya Tere Liye ini dilabel untuk usia 5 tahun ke atas. Namun tetap menyenangkan untuk usia di bawah itu. Seperti Cantya yang baru 3,5 tahun. Warnanya yang semarak. Gambar yang bagus dan terkesan hidup. Ditambah kualitas kertas kualitas tinggi yang mengilat dengan ukuran

Cinta Sama Dengan Nol (28)

Gambar
Epilog Penulis : Santi Syafiana, S.Pd         “ Ibu , coba tebak aku dimana?” Zia mengirim fhotonya yang sedang berpose di depan menara Eifel. Ia terpilih mengikuti program pertukaran mahasiswa ke Paris selama tiga bulan. Zia tampak keren dan cantik dengan senyum terkembang. Asty nyaris tidak mengenali foto itu adalah Zia karena tampak begitu berbeda. Di hari yang sama, Miza dan Adit juga mengirimkan Asty video mereka yang sedang menyanyikan sebuah lagu bersama band kampusnya. Lagu itu adalah ciptaan Miza yang dipersembahkan khusus untuk Asty, sumber inspirasinya. Liriknya berbahasa Inggris. Pengucapannya juga fasih dan jernih. Kendati terpisah jarak yang jauh, Asty dan siswa-siswanya tetap aktif bertukar kabar lewat media sosial. Oleh sebab itu, ia tidak ketinggalan informasi tentang perkembangan anak didiknya dahulu. Sebagian besar mereka kuliah di Banda Aceh mengambil jurusan yang mereka sukai. Hanya dua orang yang tidak lanjut ke jenjang sarjana yaitu Fahmi dan Cut Rindu.

Cinta Sama Dengan Nol (27)

Gambar
                                                                                            Nina dan Doni Penulis : Santi Syafiana, S.Pd Asty melihat tautan alamat blog pribadi Nina. Segera ia membuka dan membaca tulisan Nina di sana. Nina banyak membagikan keseharian dan perasaannya dalam cerita singkat yang enak dibaca. Tentang kucing-kucing peliharaannya. Bunga yang ia temui di jalan. Perasaannya saat memandang pelangi. Juga bagaimana kuliahnya di Leiden. Asty senang membacanya. Perasaannya menjadi hangat akan kesan yang didapat dari cerita tersebut. Dalam banyaknya tulisan Nina, ada satu catatan yang langsung menarik perhatian Asty. Pertanyaan, judul tulisan itu. Serupa laut, aku merindukanmu bersama debur ombaknya. Seuntai kalimat pembuka yang manis membuat Asty penasaran. Rindu pada siapa ini? Hati Asty berkata-kata. Pada burung, aku pernah bertanya adakah yang lebih buruk dibanding penolakan? Namun ia hanya terbang tanpa menghiraukan pertanyaanku. Kepada angin aku juga ber

Cinta Sama Dengan Nol (26)

Gambar
Tekad dan Mimpi Penulis : Santi Syafiana, S.Pd             Asty berdiri tegak di depan rak bukunya. Ia amati istana bagi jendela dunianya itu dari sudut ke sudut. Asty memang terkenal rapi dalam urusan susun menyusun. Tata letak buku ia kelompokkan sesuai jenisnya. Tertera juga label kategori buku di dinding rak agar mudah menemukan buku yang dibutuhkan.             Matanya lalu tertuju pada sudut kanan atas rak. Itu adalah bagian untuk buku-buku yang berkaitan dengan persiapan kuliah di luar negeri. Asty mengusap debu-debu yang menaburi beberapa bagian buku. Tidak ada yang menyentuh mereka selama setahun Asty tinggali.             Dengan hati-hati, Asty kembali membuka lembaran buku itu. Ia bertekad mewujudkan mimpinya untuk kuliah di Leiden. Namun, muncul juga keraguan di dalam hatinya. Apa mungkin ia bisa tanpa Nina dan Doni. Apa ia bisa mengejar ketinggalannya karena mimpi itu pernah ingin ia lupakan. Pendaftaran beasiswa magister dari pemerintah ke luar negeri sudah di depan

Cinta Sama Dengan Nol (25)

Gambar
  Bulan Bintang   Penulis : Santi Syafiana, S.Pd Langit masih biru di kala bulan berbentuk sabit muncul di antara arakan awan. Ia menampakkan rupanya dalam putih pucat. Seolah tak sabar berganti peran dengan matahari. Menyinari pekat malam lewat temaram cahayanya. A sty memandangi benda langit yang tampak kecil dari   pintu rumah tempat nya berdiri saat ini. Lihatlah, bulan itu tak bercahaya. Ia hanya memantulkan sinar matahari. Dahulu orang percaya bulan memiliki cahaya sendiri. Namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terkuaklah kebenaran bahwa sinar bulan berasal dari matahari. Wah, canggih sekali Iptek ini. Bulan yang jauh dan tinggi di atas sana sudah pernah dijangkau manusia. Neils Amstrong nama astronot itu. Ia menjadi orang pertama yang melangkahkan kaki di bulan. Betapa kerennya ia. Betapa luar biasanya orang-orang di sekelilingnya yang ikut menyokong tercapainya pendaratan di bulan tersebut. Tak lama, azan maghrib menggema. Jingga perak keemasan

Cinta Sama Dengan Nol (24)

Gambar
  Teka-Teki Penulis : Santi Syafiana, S.Pd   Bu Gusti memandang kedua anaknya sambil tersenyum. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Anak gadisnya sudah dewasa. Asty tampak makin cerah dan riang sepulang dari Aceh. Jauh beda sebelum keberangkatannya dulu. Ia terlihat murung dan tak bergairah. Bu Gusti senang Asty bisa berproses dan bahagia dengan pilihan hidupnya. Tak berapa lama, mentari muncul perlahan. Sinar keperakannya tercurah ke bumi. Menghangatkan alam yang didera dingin semalaman. Melenyapkan kabut dan menggantinya dengan tumpahan cahaya. Jalanan remang mulai benderang. Pak Ali mengajak Bu Gusti, Asty, dan Rini merebahkan tubuh di puncak bukit itu. “Rentangkan tangan kalian. Vitamin D yang bersumber dari matahari pagi sangat bagus untuk tubuh,” ucap Pak Ali . Mereka melakukan apa yang diperintahkan . Rini menggerak-gerakkan kaki dan tangannya dalam rebahan. “ Oh ya, ayah punya teka-teki. Kita lihat siapa di antara kalian yang bisa menjawabnya.” Ujar ayah sambil me

Cinta Sama Dengan Nol (23)

Gambar
  Belajar Penulis : Santi Syafiana, S.Pd Kokok ayam membangunkan Asty. Dengan mata setengah terbuka, Asty mengumpulkan sisa-sisa tenaganya berjalan menuju kamar mandi. Pak Ali, Bu Gusti dan Rini sudah bersiap ke masjid. “Hei Rin, tumben sudah siap. Biasanya kalah terus sama ayam!” Asty menggoda Rini, adiknya yang baru tamat SD itu. “Enak aja, aku dari dulu memang rajin ya. Ayam mah bukan tandinganku lagi,” celetuk Rini sambil mencibirkan mulutnya. “Oh ya? Du du du, bijaknya,” tawa Asty. “Sudah sudah, Asty ayo segera wudhu. Kamu ikut shalat berjamaah di masjid kan?” Pak Ali berujar di tengah tawa renyah Asty.             “Minum air putih Ty . Lalu gosok gigi. Kami berangkat ke masjid lebih dulu. Nanti kamu susul ya?” pinta Bu Gusti .             “Iya Bu.” A sty menggangguk lalu segera ke dapur. Minum air putih tiga kali teguk. Lalu ke kamar mandi untuk gosok gigi. Setelah selesai Asty berlari mengejar ayah dan ibu nya . Mereka belumlah jauh. Dengan cepat Asty sudah mem

Cinta Sama Dengan Nol (22)

Gambar
 Tiba di Kampung Penulis : Santi Syafiana, S.Pd “Tuuuu….t tuu…t,” bunyi klakson memekakkan telinga. Suaranya berasal dari mobil-mobil yang tak sabar dengan kemacetan lalu lintas yang ada. Seolah-olah dengan membunyikannya berulang-ulang, mobil-mobil lain segera lenyap. Jalanan akan langsung sepi. Padahal tidak. Malah menimbulkan kegaduhan yang merepotkan.             Entah lampu merah. Entah jalan rusak atau mobil mogok. Tak jelas apa penyebab kemacetan siang itu. Sudah lebih satu jam mobil yang Asty dan teman-temannya tumpangi tak bergerak sama sekali. Bau keringat bercampur asap rokok supir menyeruak menembus hidung. Ditambah gerah dan lelah bersatu padu menguji ketabahan Asty . Namun mengingat ayah, ibu dan Rini adiknya, rona wajah Asty menjadi cerah kembali. Sudah setahun ia tidak bertemu dengan mereka. Kerinduan yang setiap hari ia rasakan, selama ini hanya ditumpahkan lewat panggilan telpon saja. Asty tetap tenang duduk berdesakan dengan penumpang lainnya. Wajah keluarga