Postingan

Menampilkan postingan dari 2012

Alkisah Sebutir Jerawat

Gambar
            Lebih dari satu jam rasanya mereka membicarakan sebutir jerawat kecil yang teronggok begitu saja tanpa izin tepat di jidatku. Mereka menyebutnya bahwasanya jerawat tersebut adalah jerawat cinta. Cinta bersemi kepada seseorang yang sangat dikasihi. Begitulah kira-kira yang mereka ucapkan. Aku menggaruk pipiku yang tak gatal, mencoba membangun pertahanan. “Kalau ini jerawat cinta, bagaimana pula dengan orang yang punya banyak jerawat, apa berarti mereka punya banyak pacar?” sanggahku tak gentar.  “Oh tidak Bu, kalau itu mah namanya jerawat lemak.” Hoho… istilah baru nih, batinku. “Lantas, apa bedanya jerawat di jidat Ibu ini dengan jerawat lemak?” aku menengadahkan kepalaku, sepertinya pertanyaan yang kuajukan sangat menarik. “Bedanya Bu, jerawat cinta itu seperti jerawat di muka ibu saat ini. Sedangkan jerawat lemak bukan yang di muka ibu ini.” Mereka tertawa kegirangan. Aku mesem-mesem tak karuan. Kehabisan peluru.

Tutup Mata, Tutup Telinga, Cukup Buka Hati Saja

Gambar
            Aku menatap jadwal mengajar, bimbingan belajar olimpiade, ekstra kurikuler, les Bahasa Inggris untuk TK-SD dan kegiatan kemasyarakatan di meja kerjaku dengan takjub. Sama takjubnya ketika melihat tumpukan latihan Kimia dan Bahasa Inggris siswa yang belum kuperiksa, soal ujian Kimia kelas X dan Bahasa Inggris kelas XI serta bahan ajar Kimia dan Bahasa Inggris untuk kelas XII yang harus kukerjakan hingga melebihi batas dini hari. Ups ya, satu lagi beberapa proposal dan laporan pertanggung jawaban beraneka judul yang juga harus kutangani (Hohoho udah rangkap TU dan Bendahara Sekolah juga nih). Takjubku terhitung setiap hari. Untuk diketahui, masalah jadwal aku memang teramat tersangat dan ter very-very kewalahan. Mungkin siswa-siswa yang tidak sabaran bisa sangat jenuh berhubungan denganku karena banyak jadwal yang batal, diganti ke hari lain dan setiba di hari itu kembali batal karena Tuhan hanya menciptakan 7 hari dalam seminggu (Ahrgg. . .kurang Tuhan, hehe)

Mendaki, Berlari, Berhenti

Gambar
            Kami bersiap sejak pukul 6 tadi walau berbahagia jauh-jauh hari. Tas punggung, sepatu amphibi, baju kaos dan celana training, serta seperangkat makan siang dibawa tunai. Cuaca sangat bersahabat. Tak ada angin dan hujan lebat seperti beberapa hari terakhir di Meukek. Tak sabar rasanya menanti jam 8 nanti karena di jam itu, siswa-siswaku akan datang menjemput dan membawa kami menjelajah ke gunung. Gunung Meukek namanya kata mereka bersitegang kala itu. Sedang kami tetap bersikukuh bahwa itu Bukit Meukek dengan puluhan alasan ilmiah yang kami kemukakan. Mereka tidak mau terima karena nama itu sudah turun temurun dari nenek moyang kami, kata mereka. Kami tak percaya, tapi daripada anak-anak kecil ini menangis, kami lebih baik ikut menamai bukit yang akan kami naiki nanti dengan sebutan gunung. Dari pada acara ini batal saudara-saudara.

Surat untuk Kekasih

Gambar
Teruntuk lelaki yang kukagumi hingga detik ini. . .   Apa kabarmu sekarang? Kuharap kau dalam keadaan sehat walafiat. Begitupun aku di sini, sangat baik walau beberapa hari terakhir kerongkonganku sangat gatal dan suaraku parau. Setiap aku berbicara dan menelan ludah, kerongkonganku gatal dan panas. Aku sudah akan mau meminum berbagai jenis obat yang diwanti-wanti Mama di tiap jadwal menelponnya. “Akan” karena dimanapun berada rasa obat tak jauh beda. Alhasil, setiap aku menerima telpon dari berbagai kalangan seperti teman, om, tante, kakak, adik semuanya pasti bertanya, “Kamu sakit?” Nanti, aku akan menjawab suaraku sedikit berubah karena jam mengajar yang padat. Setiap mengajar, aku akan bersuara yang lantang. Khusus les sore untuk anak kelas 3 volume suaraku akan naik beberapa oktaf karena aku akan marah. Kalau aku marah, aku akan berteriak-teriak dan suaraku akan hilang entah kemana. Barulah malamnya aku akan terbatuk-batuk, dan menyadari ketololanku. Marah hanya berakhir

Bapak, Ibuk dan Ceritanya

Gambar
Cerita ayah, matanya sudah 5 watt sehingga ayah menguat-nguatkan matanya karena bapak pemilik rumah masih bercerita. Sang bapak meninggalkan istrinya di bilik biasa mereka demi  menemani ayah tidur di lantai atas. Dari begitu banyak cerita bapak, yang ayah ingat jawaban ayah yaitu oh oh oh yang kadang panjang, kadang pendek. Panjang panjang pendek. Pendek pendek panjang. Tergantung bagaimana nada bapak bercerita. Ayah tak kuat sebenarnya. Lelah usai perjalanan dari Selatan ke Barat Daya Aceh.

Tujuh Lawan Satu

Gambar
        Ada tujuh alasan yang ingin kukemukakan secara gamblang kepada sosok tegas yang sedang menikmati kopi pahit di hadapanku. Tujuh alasan yang kuharap dapat menggagalkan kedatangannya ke tempatku berada, tepatnya di hadapanku saat ini. Seminggu yang lalu aku berhasil membuatnya ragu kemari dengan ucapanku yang penuh basa-basi. Aku menyelipkan sedikit-sedikit pertimbanganku di antara harapku yang sangat akan kedatangannya. Dan itulah akhirnya. Ia telah di depanku sekarang, menikmati kopi pahit sambil sesekali mengurut-urut kaki kanannya yang membengkak karena bersempitan di dalam travel. Ini akibatnya aku berbicara tidak dengan gamblang. Ia datang dan aku gelisah.

Senang Di Aceh Selatan

Gambar
Depan Dinas Pendidikan Tapaktuan (Tertawan di Aceh Selatan versi Bahasa Aceh)             Kota nyoe o-o seksi. Dikalon dari sisi pat mantong tetap mantong seksi. Tubouh jih luah di sepanyang gareeh pante ngon bukit. Haroum udara jih dihoi-hoi untuk piyoh di tiptip bagian jih adak pih cuma alam yang terhidang lewat lensa. Biru laot ngon hijo bak-bak kayee meganto-ganto memanja mata. Su angen ditambah seksi si kota seramoe. Ciptaan Tuhan nyoe sunggoh lagak diikat hate. Leubeh dari cukoup untuk disom kenang-kenangan di Padang Kota lon cinta, lon nging ngon lon bela.

Tertawan Di Aceh Selatan

Gambar
Pelabuhan Pasie, Meukek             Kota ini benar-benar seksi. Dilihat dari sisi manapun tetap saja seksi. Tubuhnya menjalar di sepanjang garis pantai dan perbukitan. Aroma udaranya memanggil-manggil untuk singgah di setiap jengkalnya walau sekedar menangkap alam yang terhidang lewat lensa. Biru laut dan hijau tetumbuhan berganti-ganti memanjakan mata. Desahan angin menambah keseksian si kota Serambi. Ciptaan Tuhan ini sungguh rupawan memikat hati. Lebih dari cukup untuk menyembunyikan kenangan akan Padang Kota Tercinta, Kujaga dan Kubela. Tapi jangan menyembunyikan kenanganku di tempat yang sulit kutemukan. Ibuku bisa sesak nafas bila kau menambat hatiku lama-lama.

Hana Tepeu, Hana Pepeu*

Gambar
            “ Bek lah Buk, bek lah,” 37 siswa di ruangan itu merajuk serempak. Aku terdiam sekira lima menit mencoba mengetahui arti kata yang mereka ucapkan. Tak jua mengerti kutanya salah satu siswa. Juga, serempak mereka tertawa kegirangan. “Bebek Buk, bebek,” sahut siswa dari sudut kanan belakang. Untung emosiku tak terpancing dengan kebohongan siswa. Mana mungkin aku mirip bebek. Apa mereka tak tahu teori Charles Darwin? Hehe, bercanda. Tak lama seorang siswa menjawab dengan nada merajuk, “maksudnya jangan Buk, jangan larang kami mencontek maupun melihat konsep (jimat).” Oh jangan. Aku sih sudah tahu bek artinya jangan. Tapi kok pelafalannya jadi asing bila keluar dari mulut mereka. Khas Arab. “Ishhh kerjakan! Mungkin Ibuk akan membiarkan aksi kalian tapi Ibuk akan mencatat nama kalian di berita acara. Jangan main-main ujian kali ini,” seringaiku buas. Huftt naluri keguruan ternyata seperti ini, Ibuk tak rela Nak, kalau sudah besar nanti k

Kerupuk “Kayu Tanam”

Gambar
            Suara ibu tetap terdengar jelas meski di antara ramainya kesibukan orang di Bandara Internasional Minangkabau Padang sore itu. Petuahnya singkat saja, lakukan yang biasa masyarakat di negeri yang kamu pijaki lakukan. Suaranya lemah namun penuh ketegasan. Biar kutambahkan, “Kau berada di negeri yang sangat fanatik dengan agama anakku. Separuh hati ibumu merelakanmu, jangan kau tambah ketidakrelaan ibu dengan sembrono di negeri orang, kau harus seutuh terakhir aku bersamamu.” Setidaknya pesan itu yang aku baca dari binar-binar kristal di matamu dan canggungnya genggaman tanganmu di lingkar lenganku.