Cinta Sama Dengan Nol (15)

 Pendakian

Oleh : Santi Syafiana, S.Pd

Seminggu di sekolah Asty tidak mengajarkan materi pelajaran seperti seharusnya. Ia sibuk memperhatikan, berbaur, mengenal lebih dekat untuk menganalisis apa penyebab rendahnya mutu pendidikan anak-anaknya. Kemampuan bahasa mereka baik Inggris maupun Indonesia masih tergolong rendah. Walau ada anak yang menonjol seperti Zia. Tapi tetap saja pengetahuan Zia masih jauh ketinggalan dibanding siswa di kota. Afdal masih terbata-bata berbicara Bahasa Indonesia meski mengerti jika orang lain mengucapkannya. Fahmi suka mengganggu teman. Membaca adalah hal yang paling tidak dia suka. Miza sangat pendiam. Asty paling kesulitan berinteraksi dengannya. Dia suka menjawab pertanyaan hanya dengan senyuman. Mungkin karena dia merasa sangat tampan. Kata Rasyid, semua siswa dari kelas X hingga XII mengakui dialah yang paling tampan di sekolah itu. Asty hanya mengangguk membenarkan. Aris, Jefri, Dani, dan Adit cukup riang. Walau kadang-kadang suka membuat onar dengan pertanyaan yang tidak nyambung dan aneh. Soal wawasan seperti itulah. Masih rendah.

Asty menarik kesimpulan bahwa masalah yang darurat minta segera dibenahi adalah budaya literasi siswa. Induk dari setiap manusia membuka cakrawala dunia. Minat baca sangat miris. Menulis tentu lebih tragis. Jika sudah demikian, dari mana mereka bisa mendapatkan wawasan yang membuat mereka paham arti hidup dan kehidupan. Memberikan mereka inspirasi dari karya dan perjalanan hidup luar biasa seorang manusia biasa, yang sama seperti mereka. Memperkenalkan betapa indahnya dunia di luar sana yang membuat mereka bias mencintai ilmu pengetahuan.

Hari itu Asty masuk ke kelas membawa laptop, speaker dan infocus. Ia akan memulai pelajarannya dengan listening. Fahmi membantu Asty membawa perlengkapannya ke kelas. Sekaligus menghubungkan kabel-kabel speaker ke laptop, laptop ke infocus sebagaimana mestinya. Lalu menghubungkannya ke arus listrik menggunakan stop kontak.

Semua anak tampak bersemangat. Mereka mulai mengeluarkan buku sambil bertanya-tanya kepada Asty apa yang akan mereka lakukan.

Oke class, let’s sing a song. Make sure your note book is ready, Yuk dengerin lagu. Siapkan catatanmu! Tuliskan vocabulary atau kosa kata Bahasa Inggris yang kamu dengar dan kamu tahu. Dicoba dulu. Sedikit tidak masalah.” Asty berdiri di depan kelas dengan penuh semangat. Ia menekan tombol enter di laptop dan suara musik country pop mengalun dari speaker memenuhi seluruh ruangan. Musik yang berdentum keras dan suara khas Miley Cyrus dengan lagu the climb-nya mengalirkan semangat siswa dalam ruangan itu.

 I can almost see it

That dream I'm dreaming but There's a voice inside my head saying You'll never reach it,

 

Every step I'm taking, Every move I make feels Lost with no direction My faith is shaking but I I gotta keep trying

Gotta keep my head held high

 There's always gonna be another mountain I'm always gonna wanna make it move Always gonna be an up-hill battle Sometimes I'm gonna have to lose

 Ain't about how fast I get there

Ain't about what's waiting on the other side It's the climb

 

The struggles I'm facing The chances I'm taking


Sometimes might knock me down but No I'm not breaking

I may not know it

But these are the moments that I'm gonna remember most yeah Just gotta keep going

And I, I gotta be strong Just keep pushing on Cause...

 

Keep on moving Keep climbing Keep the faith baby It's all about

It's all about The climb

“Nah gimana? Ada kata yang bisa kamu tuliskan?”

“Ulang lagi Bu,” anak-anak berteriak dengan semangat. Asty memperhatikan catatan anak-anak. Yang mereka tuliskan hanyalah dream, I serta beberapa kosa kata yang salah dituliskan. Hanya sesuai dengan pendengarannya saja. Asty tertawa. Ia mengulang kembali. Anak-anak antusias mendengarkan sambil sesekali ikut bernyanyi. Walau dengan pengucapan asal-asalan.

“Ini sudah pengulangan kali kelima lo, sepertinya kamu hanya menemukan sedikit kosa kata yang benar. Baiklah kalau begitu. Ibu akan menampilkan teks utuhnya. Silahkan kamu periksa hasil pekerjaan tadi lalu tuliskan lirik lagu yang ibu tampilkan ini di buku catatanmu.” Asty menampilkan lirik lagu itu di depan kelas. Ia juga menghidupkan lagu itu kembali sembari anak-anak mencatatnya. Mereka menulis sambil bernyanyi-nyanyi.

Setelah selesai Asty mengajarkan bagaimana pengucapan yang benar kepada anak-anak. Berkali-kali hingga mereka terbiasa. Awalnya memang susah namun semangat ingin bernyanyi dengan bagus membuat mereka terus berlatih sampai bisa.

Ketika semuanya sudah tampak bisa, Asty mengajak mereka bernyanyi bersama-sama. Miza malu-malu. Fahmi masih belepotan. Sedang yang lain seringkali ketinggalan musik. Karena kesulitan membaca dengan cepat. Asty sabar menunggu. Ia tidak terlalu mempermasalahkan. Karena ada satu hal penting yang ingin dia ajarkan kepada anak-anaknya melalui lagu itu.

“Sekarang coba kita artikan.” Menggunakan kamus seadanya, Asty membiarkan anak-anak menerjemahkan lagu tersebut. Asty membagi tugas agar lebih hemat waktu. Semuanya antusias mengerjakan. Setelah selesai, Asty mendiskusikan hasil terjemahan mereka. Tentu saja terjemahan itu masih kaku karena terlalu text dictionary. Asty memandu anak-anak membuatkan terjemahan, menyesuaikan dengan makna lagu.

Setelah selesai, Asty mengintruksikan anak-anak membuat cerita tentang makna dari cerita tersebut. Boleh satu paraghraf atau lebih yang memuat inti dari lagu. Ia mencontohkan pembuatan alur cerita dari lagu Indonesia. Anak-anak menyimak dengan konsentrasi. Setelah dirasa paham, barulah anak-anak mulai menuliskan cerita tentang lagu tersebut.

Kelas hening, anak-anak menuliskan ceritanya. Sesekali mereka mencoret. Menulis lagi. Berbisik-bisik dengan teman di sebelah lalu menulis lagi. Zia sudah selesai, ia menunjukkan karyanya kepada Asty. Asty memberi nilai kepada Zia lalu menuliskan karyanya di laptop untuk ditampilkan kepada anak-anak. Cut Rindu, Jefri, Dani, Afdal mengikuti jejak Zia. Karya yang bagus dan unik diketik lagi oleh Asty di laptop-nya. Ia akan membedah tulisan itu untuk dipelajari bersama-sama.

Ia memulai dari karya Zia. Zia sepertinya memiliki bakat dalam menulis. Karyanya cukup bagus. Ia memberi judul ceritanya dengan Mimpi Seorang Gadis.

Ada seorang gadis yang memiliki impian yang tinggi. Awalnya dia ragu, takut, goyah dan tidak percaya diri. Namun muncul keyakinan dalam dirinya untuk berani bermimpi. Memang ada kalanya ia akan kalah, tapi tidak apa-apa. Dia pasti akan bangkit kembali. Selama dia hidup dia akan terus bergerak, dia akan terus yakin untuk menggapai impian-impiannya.


Asty mengapresiasi tulisan Zia. “Give applause to Zia,” ujar Asty sambil menepuk tangan dan diikuti oleh siswa lainnya. Zia merasa bangga. Mulutnya tersenyum lebar.

“Nah sekarang, tulisan Jefri, ayo kita baca bersama-sama. Judulnya adalah jalan mendaki.”

Untuk mencapai impian pasti akan ada tantangannya berupa pendakian yang harus didaki. Impian itu memang melelahkan tapi aku harus yakin bahwa aku akan menggapainya. Kekalahan tidak akan menghancurkan dan mengalahkanku. Aku akan bangkit selalu, hingga menggapai impianku.”

Mantap sekali. Ibu tidak menyangka kalian berbakat dalam menulis. Banyak tulisan yang bagus walau ada beberapa yang menuliskan kembali terjemahannya. Tapi tidak apa-apa yang penting kalian paham apa yang kalian nyanyikan nanti. Apa kalian menyukai lagunya?”

“Sangat suka Bu, bagus dan semangat walau susah.” “Susah lagunya?”

“Ya Bu,” semua anak mengangguk.

“Lo, kok susah? Bukankah kalian sudah tahu maknanya?” suasana kelas hening. The climb, pendakian. Sebuah jalan terjal yang membutuhkan perjuangan dalam menapakinya. Seperti mendaki gunung. Dream, mimpi. Cita-cita yang menggerakkan tubuh, jiwa dan sanubari kita untuk belajar, berusaha dan berjuang menggapainya. Faith, keyakinan. Yakin bahwa tidak ada makhluk yang bodoh di dunia ini, yang ada hanya rasa malas. Karena Tuhan menganugerahkan kita otak yang tidak dimiliki hewan dan tumbuhan. Kemudian strong, kekuatan. Pantang menyerah, semangat, tidak mudah putus asa dalam menggapainya. Semua itu ada pada kita Nak. Tinggal kita memilih saja mau atau tidak! Lagu ini susah. Iya. Dulu bagi Ibu juga susah. Tapi bukan berarti Ibu tidak bisa. Ibu terus belajar dan mengulang-ngulangnya. Wong cuman menyanyikannya. Gak menciptakannya kok. Begitu pun dengan kalian. Susah iya apalagi kalau dibiarkan saja. Tapi kalau kalian terus belajar, penyanyi aslinya kalah.” Asty menjelaskan panjang lebar yang disambut dengan tertawa siswa-siswanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapak, Ibuk dan Ceritanya

Your Dying Heart

Pengalaman TOEFL ITP Online