Cinta Sama Dengan Nol (19)

Pemburu Literasi

Penulis : Santi Syafiana, S.Pd

Asty mengendap-ngendap dari satu pohon ke pohon lain. Dari satu pot bunga ke pot bunga lainnya. Ia membungkuk-bungkuk di taman kelas itu sambil menyelipkan gulungan kertas di tempat-tempat yang tersembunyi. Ada juga yang ia tanam di dalam tanah.

Hari ini ia berencana untuk menanamkan budaya gemar membaca melalui permainan yang ia namakan “kata Bersembunyi”. Gulungan kertas itu berisi beberapa kata yang harus anak-anak temukan dari buku bacaan yang diintruksikan di dalamnya.

Asty sengaja mengemas cara merangsang minat baca ini melalui permainan agar anak merasa sedang berkompetisi sehingga semangat menyelesaikan bacaannya. Karena, ada poin-poin yang harus mereka kumpulkan setiap sukses menyelesaikan sebuah misi. Agar mereka tidak hanya mencari kata saja tanpa membaca secara utuh semua isi buku. Namun ada teka teki yang harus mereka selesaikan untuk setiap kata yang mereka temukan. Sebagai tiket untuk masuk ke babak selanjutnya hingga mencapai babak final.

Asty sudah bertekad menyumbangkan semua bukunya kepada sekolah. Sehingga anak-anak bisa menggunakannya semaksimal mungkin.

Ketika jam pelajarannya dimulai, Asty menjelaskan tata cara dan peraturan permainan kata bersembunyi itu di depan kelas. Setelah anak-anak paham, mereka berlari ke taman kelas karena Asty hanya memberikan sedikit waktu dalam menemukan kertas itu. Semakin cepat menemukan, maka poin yang dikumpulkan akan semakin besar pula.

Semua anak terlihat berpacu untuk menemukan kertas-kertas itu. Jefri yang pertama kali menemukannya. Ia membaca instruksi di dalam kertas dan segera mencari buku yang bersangkutan di atas meja yang sudah dipersiapkan Asty sebelumnya. Anak-anak yang lain juga mulai menemukan satu persatu. Asty langsung mencatat dan memberi poin-poin sesuai urutan. Namun setelah mereka menemukan buku yang mereka cari, anak-anak langsung melayangkan protes.

“Tebalnya Bu!” Jefri mengeluh

“Mana bisa saya menyelesaikan novel setebal ini Bu!” seru yang lain. “Iya Bu, tebal. Saya tak sanggup!”

“Haha, masa’ gak sanggup. Lagu the climb saja kalian sudah fasih sekali. Bukit belakang sekolah kalian daki seperti orang jalan-jalan ke pantai saja. Pala bisa kalian makan seperti makan apel.”

“Itu kan beda Bu,”

“Tapi membiasakan membaca buku sama dengan membiasakan diri melakukan hal-hal yang biasa kalian lakukan itu.” Jelas Asty. “Sanggup, kenapa enggak? Ibu saja udah khatam semua buku-buku itu dengan cepat.”

“Ibu sudah terbiasa sih,”

“Nah sekarang giliran kamu yang terbiasa. Ibu beri waktu dua minggu menyelesaikannya. Cari kata bersembunyi dalam buku-buku itu. Di dalamnya nanti masih ada teka-teki yang harus kalian pecahkan. Sudah Ibu selipkan di dalam buku.”

“Masih ada teka-teki Bu?”

“Yap, tentu saja. Banyak kejutan yang akan kamu temukan di dalam novel. Jangan lupa laporkan setiap jawabannya. Ibu harus memberikan kalian poin. Nanti kita hitung totalnya. Untuk menentukan siapa yang muncul sebagai pemenang.” Asty menjelaskan dengan semangat.

Semua anak melihat ke arah novel mereka masing-masing. Awalnya mereka hanya menimbang-nimbang berat buku. Membaca halaman awal dan halaman akhir. Membolak balik isi buku. Namun ada juga yang langsung membaca buku tersebut dengan konsentrasi.

“Nah, jadikan novel itu layaknya seorang teman ya. Jangan sakiti mereka.”

“Maksudnya Bu?”

“Jaga baik-baik buku itu. Jangan dilipat atau dicoret. Gunakan kertas yang kalian temukan di taman tadi sebagai pembatas buku untuk menandai halaman bacaanmu.”

Tidak ada jawaban. Sepertinya anak-anak masih shock melihat novel setebal itu harus diselesaikan dalam jangka waktu dua minggu. Asty sudah memprediksi hal itu. Namun ia yakin mereka bisa menyelesaikan misi tersebut dengan baik walau awalnya berat.

“Oke, dengarkan ibu. Seperti dulu untuk awal memang kamu mengeluh. Merasa susah dan sebagainya. Untuk selanjutnya kamu malah akan hanyut dalam alur cerita dan termotivasi oleh inspirasi yang akan kamu temukan di dalamnya. Banyak kisah perjalanan orang lain yang bisa kalian ambil hikmahnya. Banyak kejadian di dunia ini yang membuat kamu bergidik, ternyata ada kejadian serupa ini. Banyak negara dengan beragam adat budaya dan pesonanya yang membuat kamu ingin mengunjunginya. Sehingga wawasanmu bukan hanya yang terjadi dalam hidupmu saja. Ingat! matahari tidak menyinari daerahmu saja. Bumi tidak berputar di sekelilingmu saja. Paham?”


        Anak-anak hanya termenung mendengar penjelasan Asty tadi. Mungkin mereka kurang piknik. Pikirnya. Tapi tak apalah, Asty hanya perlu menikmati prosesnya. Mengawasi perkembangannya dan mengevaluasi hasilnya nanti. Ia berharap, walaupun sekarang mereka dirangsang untuk mencintai literasi suatu saat nanti pastilah mereka bisa menjadi pemburu literasi. Asty mengamini di dalam hati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapak, Ibuk dan Ceritanya

Your Dying Heart

Pengalaman TOEFL ITP Online