Cinta Sama Dengan Nol (26)
Tekad dan Mimpi
Penulis : Santi Syafiana, S.Pd
Asty berdiri tegak di depan rak bukunya.
Ia amati istana bagi jendela dunianya itu dari sudut ke sudut. Asty memang
terkenal rapi dalam urusan susun menyusun. Tata letak buku ia kelompokkan
sesuai jenisnya. Tertera juga label kategori buku di dinding rak agar mudah
menemukan buku yang dibutuhkan.
Matanya lalu tertuju pada sudut
kanan atas rak. Itu adalah bagian untuk buku-buku yang berkaitan dengan
persiapan kuliah di luar negeri. Asty mengusap debu-debu yang menaburi beberapa
bagian buku. Tidak ada yang menyentuh mereka selama setahun Asty tinggali.
Dengan hati-hati, Asty kembali
membuka lembaran buku itu. Ia bertekad mewujudkan mimpinya untuk kuliah di
Leiden. Namun, muncul juga keraguan di dalam hatinya. Apa mungkin ia bisa tanpa
Nina dan Doni. Apa ia bisa mengejar ketinggalannya karena mimpi itu pernah ingin
ia lupakan. Pendaftaran beasiswa magister dari pemerintah ke luar negeri sudah
di depan mata.
Namun segera ia tepis keraguan itu. Ia ingat tekad yang ia ajarkan pada
siswanya. Bagaimana ia membangun kepercayaan diri anak-anaknya untuk berani
bermimpi besar. Masa’ ia sendiri malah yang kehilangan tekad itu. Lagi pula
impian itu sudah lama ada di hatinya. Sejak ia berkenalan dengan laskar propana.
Asty ingat betul motto yang ia dan teman-temannya yakini. Selesaikan apa
yang sudah dimulai. Jangan setengah-setengah apalagi sampai terlena dengan
hal-hal yang tidak berguna. Sebuah mimpi akan terwujud jika kita sungguh-sungguh
menggapainya.
Asty lalu mengambil agenda harian. Di sana ia tuliskan jadwal
belajarnya. Rancangan peta hidup jangka pendek dan panjang. Hingga langkah strategis
yang perlu ia lakukan untuk sampai di tujuannya. Sampai di tahap ini, Asty
tiba-tiba berhenti menulis. Terlintas di pikirannya untuk menghubungi Nina dan
Doni. Sebagai orang yang sudah lulus lebih dahulu, tentulah mereka dapat
membantu. Baik dalam menemukan informasi atau pun berbagi tips sukses menembus
beasiswa luar negeri.
Tanpa pikir panjang, Asty mengambil laptopnya. Menghubungkannya dengan jaringan internet dan mulai berselancar di media sosial. Ia mencari profil Nina. Sebelum ia klik tombol cari, Asty agak ragu. Walau rindu, ia tetap merasa canggung karena sudah lama tidak menghubungi Nina. Bagaimana ia akan menghadapi perempuan bermata cantik itu? Setelah semua tingkah kanak-kanak yang sudah ia lakukan.
Namun tekad dan mimpinya mengalahkan rasa itu. Asty meng”klik” tombol pencari. Profil Nina muncul. Ia klik lagi hingga Asty tiba di beranda Nina. Sambil menghela nafas panjang ia pun menuliskan kerinduannya.
Komentar
Posting Komentar