Cinta Sama Dengan Nol (4)

 Tidak (Bagian Satu)

Penulis : Santi Syafiana, S.Pd

Nina mematut-matut dirinya di depan cermin. Sudah dua jam rasanya dia kasak kusuk tidak beraturan. Merusak pemandangan. Dia mencoba berbagai tipe makeup. Mengoles. Menghapusnya lagi. Mengolesnya lagi. Begitu seterusnya.

“Asty, kamu santai banget. Besok kita wisuda lo! Wiiiisssuuudaaa, gaya dikit donk ah,” Nina tidak percaya kalau temannya yang satu itu anteng duduk di depan laptop. Sibuk bermedsos-medsos ria. Padahal besok mereka harus menghadiri sebuah acara sakral dan yang paling dinantikan mahasiswa manapun di dunia ini. “Mana kebayamu. Fitting dulu kek. Cocokkan dengan makeup dulu kek. Apa kek gitu!” Nina sibuk nyerocos sedang yang dicerewetin cuman senyam senyum di depan layar segi empat itu.

“Asty…..” Kini sebuah Hello Kitty mini mendarat mulus di kepala Asty. Asty mengaduh sebentar lalu fokus lagi dengan kegiatannya. Nina geleng-geleng kepala namun tetap sibuk memoles bibirnya dengan lipstik beraneka warna.

“Aku pakai kebaya kakakku waktu wisuda dulu Nin. Badan kami sama-sama mungil dan kecil. Gak perlu fitting-fitting. Warisan keluarga tetap yang terbaik.” Asty menjawab teriakan Nina tanpa memalingkan wajah.

Make up mu?”

“Helloooo, kamu gak pernah tahu sebuah peradaban yang bernama salon ya? Biar mereka berkreasi pada wajah seimut bayiku ini. Kamu kan tahu aku tidak pernah terkontaminasi bahan kimia jenis apapun. Murni. Babyface. Beautifulest. Hihihi.”

“Apaan sih kamu! Mending make up sendiri. Kalau di salon kan sudah gak higienis lagi. Satu bedak sejuta wajah. Kamu mau wajahmu yang selembut pantat bayi itu diolesi bedak bekas wajah berjerawat?”

“Wah…tumben kamu bijak Nin. Ya sudah kuserahkan ke kamu saja ya Nin. Minimalis tanpa menghilangkan unsur eksotis. Besok subuh aja kita eksekusi. Sekarang aku males.”

“Yee minimalis eksotis, ntar tragis baru tahu rasa lo. Tapi gak papa deh. Sekalian jadi kelinci percobaan. Hahahaha,” Nina tergelak sambil memegang perutnya. Ah, Asty. Sampai kapan sih kamu gak mau peduli penampilan. Gaya dikit aja pasti banyak yang naksir. Ini kemana-mana cuman pakai rok dipadu kaus oblong berbalut cardigan. Kaus kaki warna warni dengan sepatu kets. Dengan model jilbab berganti warna tapi dengan merk dan bentuk yang sama. Percuma ternyata berteman dengan perempuan cantik sepertiku. Padahal udah kupaksa-paksa sejak dulu. Tetep aja ngeyel. Dan ini..ini…wisuda lo. Wisudaaa. Nina menatap Asty dengan wajah prihatin. Sementara yang diprihatinkan santai tidak ketulungan.

Yo wis kalau gitu. Walau hobi berbeda-beda, kita tetap satu jua. Besok aku sulap kamu menjadi putri raja wisuda. Bangunnya mesti secepat kilat. Make up itu butuh konsentrasi penuh dan waktu yang utuh. Bukan waktu paruh. Biar kita bisa berkreasi dengan penuh penghayatan. Wisuda sarjana hanya sekali seumur hidup. Waktunya kita tebar pesona. Minimal ke abang tukang fhoto. Biar dia enak jepret- jepret.”

“Yo ndoro nyai. Aku akan menuruti petuahmu. Dan nyai tidak perlu resah dan gelisah. Wajahku dihiasin model apa saja cantiknya tetap mengudara kemana- mana. Percayalah!”

“Yek. Gayamu. Udah ah. Sekarang aku baca novel ini dulu. Jangan ganggu ya walau ada berlian runtuh sekalipun, jangan ganggu aku. Okey!”

“Okey Nyai,” Asty menyatukan kedua telapak tangannya. Pasang gaya bertapa sambil membungkuk sedikit ke arah Nina.

Nina membersihkan riasan di wajahnya. Lalu mengambil novel yang baru saja dia beli di toko buku. Tidak butuh waktu lama, dia pun larut dalam bacaannya. Sedangkan Asty tetap asyik berselancar di dunia maya. Eh, Doni online. Sapa ah. Sebelum Asty menyapa Doni, Doni sudah lebih dulu menyelesaikan ketikannya.

“Ty, sedang apa?” Gambar kepala Doni dengan rambut ikalnya menyembul di kiri kotak masuk.

“Lagi chatting hai. Pake nanya,” Asty menambah emot heran setelahnya.

“Hehe, Nina mana? Udah tidur?”

“Belum, lagi baca novel. Gak bisa diganggu. Meski ada perang bintang sekalipun tetap tidak boleh diganggu katanya!”

“Haha, gitu ya. Syukur deh kalau gitu.”

“Lo, kok syukur?”

“Hehe, Because there is something that I want to tell you.”

“Hah, bener. Sebuah rahasia ya? Sedep nih. Aku suka main rahasia-rahasiaan.” Tambah emot orang semangat.

“Well… Emmmm aku jatuh cinta,”

“Haha, siapa perempuan malang itu?”

“Nanti kau juga tahu sendiri,”

“Ooo Ya?? Apa kau ingin mengungkapkan padanya akan perasaanmu?”

“Begitulah, aku hanya ragu kapan waktu terbaik untuk mengungkapkannya.”

“Yap, itu perlu. Sebagian perempuan sudah banyak yang tahu tiga rumus afdol yaitu –lelaki tepat pada waktu yang tepat- lelaki tepat pada waktu tak tepat- lelaki tak tepat pada waktu yang tepat-”

“Hei, apa kau tahu kami laki-laki juga punya rumus yang sama?”

“Yupz, kembali ke topik semula. Jika kau ingin mengungkapkan perasaanmu, kau harus belajar mendengar kata tidak. Aku bersedia mengajarkanmu.” 

What? Apa aku harus sepesimis itu?”

“Hei ini bukan tentang pesimistis Tem, tapi bentuk pertahanan diri.”

“Apa maksudmu?”

“Kau tahu siapa orang yang tidak siap menerima kata iya? Coba kau katakan padaku!”

“Hmm aku berfikir”

“Tak perlu berfikir, jawabannya sudah ada sebelum kau dilahirkan. Tak ada yang tidak siap mendengar kata iya. Namun kau tahu? tak sedikit yang hancur lebur hanya karena penolakan. Kau bisa salah satunya,"

“Kau menakutiku?

“Iya…tapi itu benar, ayo belajar selagi aku baik,”

“Baiklah, bagaimana kau mengajariku?”

“Coba kau tanyakan padaku mulai dari hal yang remeh temeh terlebih dahulu. Misalnya bisakah aku pinjam bukumu? Lalu aku akan menjawab tidak. Jiwai setiap permintaan yang kau katakan. Ini tidak main-main!”

“Baiklah, aku mulai dengan -Aku tidak punya uang, sekarang perutku lapar sekali. Bolehkah aku meminta kuemu?”

“Tidak, maaf. . .kue ini hanya cukup untukku,”

“Hmm, begini aku perlu ke suatu tempat, tapi kendaraanku rusak, bolehkah aku pinjam motormu?”

“Aduh. . . gimana ya, aku juga perlu motorku, kau bisa pinjam dengan teman yang lain,”

“Kucing kesayanganku sakit, bisakah kau membantuku menunjukkan jalan ke tempat praktik dokter hewan?”

“Maaf, aku sedang sibuk,”

“Hei, aku lelah belajar. . .aku terlalu menjiwai peran. . .oke sekarang langsung saja, aku mencintaimu, bagaimana denganmu?”

“Maaf, aku tidak mencintaimu,” 

“Benarkah? Kenapa?

“Tidak karena aku tidak percaya pada cintamu, aku lebih mencintai lelaki lain. Maafkan aku,”

“Hei, bisakah kau pikir-pikir lagi, aku serius. . .”

“Aku sudah memikirkannya, dan jawabannya tetap tidak. Sekali lagi maaf,”

“Kyaaa sudahlah. . .kalau begitu lain kali aku akan mengutarakannya lagi, semoga kau mengubah jawabanmu”

“Bagaimana? Kau belum siap menerima penolakan? Kau harus tahan banting anak muda.”

“Oh Tuhan, sepertinya ini bukan waktu yang tepat,”

“Maksudmu???”

Tiba-tiba kepala berambut ikal itu offline. Meninggalkan Asty yang masih penasaran dengan siapa perempuan yang berhasil memasuki hati Doni. Selama ini di antara mereka bertiga belum pernah menceritakan cerita cinta. Cinta sama siapa dan lain sejenisnya. Tidak ada percakapan seperti itu. Palingan sibuk membanggakan diri masing-masing bahwa sepertinya si anu suka padaku. Si una suka padaku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapak, Ibuk dan Ceritanya

Your Dying Heart

Pengalaman TOEFL ITP Online