Asam Padeh Dagiang

            Sebenarnya aku tidak mempunyai makanan kesukaan yang khusus hingga bisa mengalahkan makanan di sekitarnya. Semua tergantung mood saja. Tidak sebanding dengan makanan ketidaksukaanku yang lumayan banyak. Hanya saja, jika ada yang begitu ingin mengenalku bertanya, maka dengan tegas aku akan menjawab asam padeh dagiang. Entah aku suka rasa dagingnya atau sensasi rasa asam dan pedas yang bersatu padu menjadi satu, itulah asam padeh dagiang.

Namun anehnya, Mamaku sangat jarang membuatnya. Mama hanya menyajikannya setelah kami pulang dari shalat Idul Fitri. Sesempit apapun waktu setelah pulang shalat menuju sarapan pagi, Mama tetap saja memasakkannya untuk kami.
Di hari biasa, Mama enggan sekali. Walau aku berusaha sekuat tenaga merengek, merajuk hingga uring-uringan. Sang asam padeh dagiang tetap tak dikabulkan. Mama tak memberi alasan. Walau aku selalu saja bertanya. Padahal membuatnya sangat mudah.
Sialnya, rata-rata rumah makan di kota Padang jarang memiliki menu ini. Yang ada hanyalah asam padeh ikan. Beda dengan rumah makan di Batusangkar. Menurutku asam padeh lebih tepat dikombinasikan dengan daging. Jika ada di Padang, tentunya aku tak pusing-pusing lagi memikirkan kawan nasi.
Selain asam padeh dagiang, aku juga suka sala lauak dan onde-onde. (Ups, jangan men-generalkan bahwa aku suka yang bulat-bulat, aku tak suka godok lo, hehe). Untuk memuaskan kesukaanku akan dua makanan ini, aku membeli mereka dalam ukuran jumbo. Untuk onde-onde, aku ingat ramadhan kemaren aku gelap mata hingga membeli onde-onde berukuran besar sebanyak 10 buah untuk berbuka puasa. Eh eh ternyata dalamannya parutan kelapa, bukan gula enau. Padahal gula enau di dalam perutnyalah yang membuat aku suka onde-onde. Begitupun dengan sala lauak. Aku ingat kemaren, walau kenyang aku tetap memakan sala lauak yang dibelikan temanku di koperasi sekolah tempat dia praktek mengajar. Perutku pun jadi kembung dan sulit bernafas.
Kejadian itu pun membuat aku sadar. Asam padeh dagiang buatan Mama sebenarnya memberikanku pesan sederhana yang sangat penting untuk kehidupanku. Bahwa sesuatu yang istimewa memang harus diberikan pada waktu yang istimewa. Seperti cinta. Cinta memang alasan seseorang untuk memberikan segala yang dia miliki. Tapi berikanlah pada waktu kita sudah diperbolehkan memberikan hal tersebut.
Selain itu, asam padeh dagiang juga mengajarkan bahwa sesuatu yang indah memang sesuatu yang sulit didapatkan dan dinikmati. Jika asam padeh bisa kudapatkan dengan mudah dan dengan jumlah yang sangat banyak, bisa jadi aku tidak menyukai asam padeh dagiang lagi. Mungkin karena bosan atau terlalu pasaran. Aku ingat, aku pernah menggilai minuman kotak rasa kacang padi hingga aku membelinya hampir setiap hari. Pas pulang kampung, aku pun disambut dengan lusinan minuman yang sama di dalam kulkas. Aku meminum hampir semuanya hingga aku muak dengan minuman itu.  Seperti cinta, jika diumbar dengan terlalu berlebihan membuat cinta itu seperti kain lap 3 sepuluh ribu yang diobral di pasaran. Menyedihkan bukan?

Terakhir, asam padeh dagiang mengajarkanku akan ketulusan. Bisa dipastikan Mamaku memasaknya dengan rasa cinta. Dan cinta hanya dimiliki oleh pria/wanita yang berhati tulus. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapak, Ibuk dan Ceritanya

Cinta Sama Dengan Nol (26)