Baju Lebaran
Papa
dan Mama biasanya membelikan kami baju baru, dua atau tiga hari menjelang
lebaran. Kami membelinya di Bukittinggi. Walau lokasinya sekira dua jam dari
rumah dengan angkutan umum pula, kami tetap kuat menghadapinya. Pun biasanya
panas terik, macet, asap hitam dari bus-bus besar dan kami juga sedang
berpuasa. Kami tetap tabah berjalan dari satu toko ke toko lain memilih-milih
baju yang kami sukai. Tak ayal sepanjang jalan kami bertengkar dan bermuka
masam jika salah satu dari kami sudah membeli sedangkan yang lain belum. Lalu Mama
akan memarahi kami plus mengancam tidak akan membelikan baju lebaran tahun
depan. Kami pun berdamai kembali.
Kebiasaan
membeli baju lebaran di Bukittinggi ini berlangsung hingga aku SMA. Karena
itulah, sampai sekarang pun aku tidak terbiasa membeli baju baru jika tidak
lebaran. Aku selalu tidak punya uang untuk membeli baju. Uangku ada jika untuk
membeli buku, komik, majalah dan ayam KFC, hehe. Aku betah memakai baju-baju
usang model tempoe doeloe. Bahkan beberapa temanku sering histeris menatapku berpakaian.
Mungkin aku merusak pemandangan. Seleraku dalam memilih baju dan
mencocok-cocokkan warna sangat buruk. Anehnya, aku masa bodoh saja walau mungkin
orang akan berfikiran betapa miskin tak berdayanya aku.
Memang,
membeli baju baru bagiku adalah sesuatu hal yang cukup sakral. Membelinya di
hari lain selain waktu lebaran rasanya menjadi kurang afdhal. Berbeda dengan
membeli buku. Papa Mamaku membelikanku buku kapanpun aku mau. Ya, ini hanya
soal kebiasaan. Hanya saja beberapa bulan terakhir Mamaku mulai menyuruhku
untuk mengalokasikan uang membeli bukuku untuk membeli baju. Mungkin beliau
takut aku tak laku-laku jika selalu berpenampilan mengenaskan. Dan untunglah
teman-temanku mau menunjukkanku ke baju yang benar. Walau setelah itu aku
termenung menung sendiri. Hukum bajunya makruh deh, hehe.
Tak
terasa dua hari lagi lebaran. Jantungku jadi berdebaran karena baju lebaran.
Sebelum pembelian baju lebaran di Bukittinggi tertunaikan, aku krasak krusuk
tak menentu. Beberapa temanku ada yang
mencemooh tentang perangaiku ini. Bagi mereka tak ada istilah baju lebaran
untuk makhluk setua aku. Aku sama sekali tak peduli. Baju lebaran bagiku adalah
tentang menjemput kenangan masa lalu. Menikmati momen-momen bersejarah yang
membuatku bersemangat menjalani hari-hari berikutnya. Biarlah yang lain tak
berurusan dengan baju lebaran. Mereka hanya lupa betapa berharganya kenangan yang
menyertai setiap baju lebaran itu. Batusangkar,
5 Agustus
cerita lebarannya asyik dan menarik,
BalasHapussaya juga senang bertemu dan berkumpul dengan keluarga dikampung, suasananya selalu membuat kangen, pakai Gamis Baru dan silaturohmi ke kerabat, sungguh sangat menyenangkan