Mengenang Minang Lewat Sambalado Cangkuak
Judul : Kuliner Langka Minangkabau
Pengarang : Gantino Habibi
Penerbit : Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Versi
e-book : rumahbelajar.id
Cetakan : I, November 2018
Tebal : 68 Halaman

Tapaktuan dan Minangkabau tidaklah jauh berbeda.
Kekerabatan mereka sangat dekat. Di sini aku banyak bertemu dengan saudara
sekampung. Bahasa Tapaktuan malah menggunakan Bahasa Minang. Di sini bernama
Bahasa Jamee (tamu). Kosa katanya sama saja, hanya logatnya yang beda.
Namun bukan berarti ingatanku pada Batusangkar, luhak nan
tuo di Minangkabau bisa sirna karena persamaan ini. Kerinduanku pada kota
kelahiranku hadir setiap hari. Salah satu cara melabuhkannya adalah lewat
kuliner Minang. Masakan Aceh dan Minang tidak jauh berbeda. Rumah makan Minang
pun bertebaran di tempat ini. Namun dari segi rasa dan bentuk sudah
menyesuaikan lidah masyarakat Aceh. Mereka biasa memasak dengan asam sunti.
Yaitu belimbing wuluh yang sudah digarami dan dijemur sampai
Hingga
bertemulah aku dengan buku ini yang aku unduh dari rumahbelajar.id. Buku ini bisa diunduh di sini. Bacaan
untuk remaja tingkat SMP sebenarnya namun relevan juga dengan dewasa dan
pengajar sepertiku. Ada satu masakan yang tidak kutemui di Aceh. Namun sering
dibuat mama waktu di kampung dulu. Namanya sambalado cangkuak. Sejenis sambal
berkuah dengan bahan dasar telur puyuh dan ikan teri. Selain cabe, garam dan
sedikit gula, aku biasa menambahkan daun semangi (ruku-ruku), asam kandis dan
tomat ke dalamnya. Aroma wangi yang khas menguar dari kekentalan kuahnya. Asam,
manis dan pedas menyatu jadi suguhan rasa yang nikmat di lidah.
Cara
membuatnya mudah dan tidak butuh waktu lama. Hanya saja, setiba di sini aku
tidak pernah membuatnya. Selain biasa dimasakin mama, aku juga sedang
membiasakan masakan Aceh. Buku ini mengingatkanku kembali. Mulai dari bahan,
bumbu, cara, proses dan tambahan-tambahan lain yang sedikit beda dengan buatan
Aku pun
tidak bosan membacanya. Narasinya mengalir, ringan, santai khas bacaan anak
remaja. Apalagi ditambah dengan fhoto-fhoto tempat wisata dan acara adat di
kampungku. Minangkabau merupa di ruang mata.
Namun
sayangnya, kuliner langka yang diceritakan barulah sedikit. Kalau masih ada
tambahan akan jauh lebih baik. Apalagi bagi perempuan yang tidak lihai memasak
sepertiku. Tapi secara keseluruhan, buku ini oke banget!
Oh ya,
aku menjadikan review ini dalam text to speech, speech to text.
Prosesnya kurekam dan kuunggah di you tube. Untuk menonton, tautan
linknya adalah http://bit.ly/TextToSpeechKuliner. Atau dapat diklik di sini. Terima kasih.
Komentar
Posting Komentar