Cinta Sama Dengan Nol (20)
Surat dari Leiden
Asty sedang sibuk membaca
tugas mengarang siswa di mejanya. Ia tersenyum bahagia. Kemampuan Bahasa
Inggris mereka dalam meramu setiap kata menjadi cerita yang menarik, patut
diacungi jempol. Jauh berbeda dari awal mula jumpa. Pemakaian tobe saja belum tahu. Apalagi
pengucapannya, antah barantah.
Tak terasa setahun sudah Asty membersamai mereka dalam hal
mendidik, mengajar dan menggali ilmu pengetahuan. Syahdu keharuan merembes di
hatinya. Rasa sedih pun perlahan ikut merambat relung-relung jiwa. Dalam
hitungan hari, masa baktinya habis. Ia harus kembali ke kampung halaman.
“Bu Asty, kok termenung?”Bu Rani ternyata sudah sejak tadi
berada di samping Asty.
“Oh maaf Bu, saya sedang periksa tugas anak-anak!” Asty jadi gelagapan.
“Oo ya sudah. Ini ada surat Bu. Tadi Pak Pos mengantarnya ke sekolah saat Bu Asty di kelas.” Bu Rani menyodorkan surat beramplop merah jambu ke tangan Asty.
“Surat? Oh ya, terima kasih Bu,” Asty terkejut
sekaligus penasaran dengan surat yang diterimanya. Dalam hati ia
bertanya-tanya, siapa yang masih berkirim surat di zaman internet ini.
Membaca nama dan alamat pengirim yang tertera
di amplop surat membuatnya terperanjat. Dari Nina, di Leiden Belanda.
Hei
perempuan keren, apa kabarmu di sana? Apakah menghilang dari peredaran
membuatmu bisa mengalahkan kecantikanku? Aku mendapatkan alamat ini dari
adikmu. Sebenarnya sudah lama aku ingin mengirim surat tapi kuurungkan niat
itu. Aku yakin kau sedang berbahagia di sana dengan siswa-siswamu.
Aku diterima
di Universitas Leiden. Begitupun dengan Doni. Ini adalah tahun pertama kami di sini. Lelaki pecinta ikan salmon ini hampir setiap hari
mendesakku mengirim surat padamu. Ada banyak hal yang ingin kami ceritakan. Namun
tak akan mampu kutuliskan semuanya. Karena akan banyak pohon yang ditebang
untuk menampung semua cerita itu di atas kertas.
Kau tahu?
Aku merindukan
laskar propana setiap hari. Tak ada propana jika atom karbonnya hanya dua.
Kemarilah! Gapai impianmu. Impian kita. Kami sudah tak sabar menjadi kakak
kelasmu.
Dari temanmu yang
memesona
Nina J Membaca surat dari Nina, hatinya berdebar tak karuan. Denyut jantung Asty kehilangan ritmenya. Ia seakan disetrum aliran listrik bertegangan tinggi. Semangatnya seketika terpompa. Impiannya melayang-layang di depan mata dan kerinduan pada mereka begitu deras alirannya. Tunggu aku Tems, aku akan datang, tekad Asty.
Komentar
Posting Komentar