A Book Likes A Movie


Namanya Bujang. Bisa dipanggil Babi Hutan sesuai yang tertera pada kartu namanya. Lahir dan besar di pedalaman Sumatera. Hingga diboyong pada usia 15 tahun oleh Tauke Muda, pemimpin keluarga Tong yang terlibat bisnis illegal di kota Provinsi. Tempat Bapak Bujang menghabiskan masa mudanya sebagai tukang pukul nomor satu kepercayaan Tauke Besar. Bujang tumbuh melebihi pencapaian bapaknya. Kini ia telah menyelesaikan dua master sekaligus di universitas luar negeri sekaligus empat short-course dalam waktu singkat. Dia juga jagal nomor satu dunia hitam. Jenius, kuat dan tak mengenal rasa takut. Semua ucapannya adalah kebenaran. Satu ucapan darinya bahkan calon presiden tutup mulut.


Out of expectation. Bukan perjalanan pulang yang menyulut kerinduan akan damainya kampung halaman. Atau kelindan tragedy masa lalu yang menyentuh romantisme. Namun tentang keluarga besar mafia berskala dunia. Dipenuhi adegan laga, pembunuhan, pembantaian serta pembumi hangusan. Tapi tetap sarat makna. Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit. No skimming. Aku membaca tanpa jeda, terbius.

Mereka menyebutnya shadow economy. Orang-orang juga menyebutnya black market, underground economy. Shadow economy adalah ekonomi yang berjalan di ruang hitam. Di bawah meja. Tidak dikenali. Bebas pajak karena tidak ada pelaporan kepada pemerintah. Mereka hanya butuh waktu 3 bulan saja untuk mengumpulkan uang setara kekayaan seratus orang terkaya yang dimuat majalah. Maka dari itu, keluarga Tong kian besar dan menggurita. Spesialisasi Bujang adalah sebagai penyelesai masalah tingkat tinggi. Menyangkut keluarga-keluarga shadow economy lainnya di Asia Fasifik. Serta pemerintahan yang mempersempit ruang geraknya.

Sensasi Pulang tidak lagi sebatas membaca kumpulan kata-kata, tetapi serasa menonton drama action Korea yang berkelas, elegant, penuh kejutan tanpa mengabaikan pelajaran yang merembes perlahan menuju hatimu. Plus menambah pengetahuan akan dunia hitam, mafia, shadow economy atau apalah itu. Walau aku sangsi buku ini bisa difilmkan di negara kita. Plot maju mundur yang mendebarkan. Sedang seru-serunya membaca kejadian yang berlangsung saat ini, kita ditarik paksa menuju masa lalu yang juga tak kalah menariknya. Kau tak akan menemukan love story yang menye-menye atau life action dengan retorika semu. Namun ketegasan, kesetiaan, keteguhan akan prinsip kehidupan.

Sebagai penulis yang sudah melahirkan banyak buku best seller, tidak diragukan lagi Tere Liye lihai memadukan kehidupan keras dunia hitam dengan islam yang begitu lembut. Walau temanya cukup berat, tetap saja Pulang “enak” dibaca karena Tere Liye memaparkan kisahnya dengan bahasa yang cerdas, jelas dan detail. Aku seperti membaca karya penulis luar negeri seperti Inferno Dan Brown atau The Cuckoo’s Calling Robert Galbraith. Tentu saja Tere Liye lebih unggul karena ikut menyentuh cinta Illahi yang hakiki dan maha sempurna.

“Aku tersenyum. Tidak ada sihir. Aku hanya bergerak lebih cepat dibanding dirinya, bergerak lebih kuat. Aku telah menerobos batasan diriku sendiri. Persis seperti seekor ulat yang menetas menjadi kupu-kupu, fisikku bertransformasi. Ulat tidak pernah membayangkan dia bisa terbang, bisa bergerak secepat itu. Tapi sekali ulat melampaui prosesnya menjadi kupu-kupu, maka dia telah membuka tabir rahasianya. Hal yang tidak mungkin menjadi mungkin.” - Pulang halaman 389

Aku paling suka bagian ini. Di saat Bujang mencapai jurus tertinggi samurai sejati ajaran guru Bushi. Dalam hidup ini kita tidak pernah berusaha mengalahkan orang lain, pun tidak perlu sama sekali. Kita cukup mengalahkan diri sendiri. Egoisme. Ketidakpedulian. Ambisi. Rasa takut. Pertanyaan. Keraguan. Sekali kau bisa menang dalam pertempuran itu, maka pertempuran lainnya akan mudah saja. Dan saat itu terjadi kau telah pulang. Pulang pada hakikat kehidupan. Aku seakan masuk ke dalam cerita. Aku selalu gagal berdamai dengan diri sendiri. Dihadang batas yang kian membentuk dinding kokoh dan tebal. Ketakutan. Gelisah. Ragu. Rapuh. Ulat bahkan bisa terbang suatu saat nanti bukan? Yap, saatnya aku hubungkan titik-titik mimpi yang mengabur ulah diriku sendiri.

Sayangnya tepat di halaman 400, Pulang selesai. Padahal masih banyak hal yang ingin aku saksikan dari buku ini. Tentang bagaimana Bujang memutar haluan bisnis besar keluarga Tong menjadi bisnis yang legal dan bersih. Kelanjutan nasib Basyir yang membuatku sangat sedih (padahal aku sudah menyukai sosok Basyir di awal-awal cerita) dan bagaimana Bujang meniti jalan pulangnya menuju cahaya. At least, mata panda, telat makan, autis dijangkiti virus anti sosial, tapi aku tidak menyesal. Puas dan bahagia bisa menemukan santapan bernas dari Tere Liye. 5/5 stars untuk Pulang. Aaa…Homesick, huhuhu.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapak, Ibuk dan Ceritanya

Your Dying Heart

Pengalaman TOEFL ITP Online