Pengkhianatan


Pada zaman sekarang, hiduplah dua orang lelaki di negeri nun paling ujung di peta Aceh Selatan. Tepatnya Krueng Lues Kecamatan Trumon Timur. Aku tidak akan memberitahu bahwa nama mereka adalah Cek Pet dan Asep. Aku juga tidak akan memberitahu kalau mereka adalah guru SD yang akan mencetak generasi-generasi muda penerus bangsa. Dan aku juga tidak akan memberitahu bahwa mereka adalah sahabatku yang tidak keren dan tidak istiqamah. Karena ini adalah cerita tentang sebuah pengkhianatan yang menyakitkan. Karena aku tidak ingin menyebutkan nama, aku hanya akan memanggil mereka Mr. Betrayer 1 dan 2. Oh tidak. Bukan aku saja yang akan memanggil mereka demikian. Tetapi kami.


Baiklah. Aku akan memulai kisah yang menyayat hati ini. Di sinilah kisah ini bermula. Dari sebuah personal message blackberry messenger Mr. Betrayer 2. Tanpa api tanpa asap. Tanpa ada perubahan bau dan warna, PM itu berbunyi “OTW Banda Aceh” lengkap dengan emot pesawat terbang. Wah…mereka lebih kejam dari reaksi kimia. Setidaknya reaksi kimia memberi aba-aba dulu sebelum melumatkan atau menghancurkan reaktan. Ini mereka menghancurkan hati lho? Aku ulangi sekali lagi. Mereka akan menghancurkan HATI? Sedang kami hanya punya hati!

Luar binasanya, PM itu tidak sampai di situ saja. Tetapi sampai ke OTW Medan. Dinner di Restoran Jogja dan…... Aku tidak sanggup melanjutkannya lagi. Yang jelas mereka sudah lulus uji kelayakan untuk ditenggelamkan di lembah sungai Tigris atau dimuseumkan di Hagia Sophia sana.

Aku sedang di pesawat jurusan Jakarta-Padang waktu itu ketika membaca PM pertama. Saat itu aku hanya sedikit bingung tentang apa yang terjadi. Aku sama sekali tidak merasa terluka. Maklum, euphoria jalan-jalan membuat amnesia Trumoniasis ku kumat. Namun ketika aku kembali ke Aceh, Eka dan Rahmah bukan menanyakan kabarku terlebih dahulu. Tetapi mengadukan pengkhianatan Mr. Betrayer 1 dan 2. Aku pikir masalah ini biasa saja. Namun, Rahmah berkata “Sudah Kak, tidak usah bahas tentang mereka lagi, gak suka Rahmah.” Glek. Aku terdiam. Ini bukanlah hal yang biasa. Jika ini sebuah kanker Pankreas, berarti ini stadium akhir yang mematikan. Jika ini sebuah reaksi pembakaran senyawa karbon, maka ini adalah pembakaran yang menghasilkan Karbon Monoksida. Karena yang marah adalah Rahmah. Rahmah yang tidak pernah marah dan kecewa selama aku mengenalnya. Rahmah yang paling anggun dan dewasa lah yang marah. Bukankah ini sudah di taraf paling berbahaya?

Aku jadi sedih tentang kejadian ini. Kalau aku kalkulasikan pengkhianatan yang mereka lakukan, sudah sangat banyak. Mulai dari meminjam motor yang lebih bagus padahal sudah janji menggunakan Narutoku. Bahkan aku sudah mengantar Narutoku sampai ke rumahnya. Mereka juga membatalkan jamuan gulai cumi-cumi dariku padahal aku sudah membeli banyak cumi-cumi dan menahan memakannya sampai hari mereka datang. Gini lo, sejak zaman dahulu kala sampai sekarang pun, aku tidak mengerti mengapa seorang sahabat bisa dengan mudah pergi dengan orang lain padahal sudah berjanji dengan kita. Tanpa maaf, tanpa basa basi. Mudah saja. Sepele. Hal kecil kah? Yang bisa aku lakukan ya hanya mengerti. Mengerti kalau kondisi mengharuskan mereka seperti itu. Mengerti bahwa hal besar bagi kita belum tentu hal besar juga baginya. Mengerti bahwa kita tidak seberharga itu. Dan ditolak? Sederhana bukan? Kita hanya ditolak secara halus. Dan ditolak itu begitulah. Pahit-pahit kelat. Kalau sudah terbiasa lama-lama juga mati rasa. Haha.

Namun Eka dan Rahmah membuatku tak lagi mati rasa. Baiklah. Ini lah yang akan terjadi jika kalian melukai tiga hati perempuan sekaligus! Lihatlah dendam yang membara ini. Kami akan mengatur strategi pembalasan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat singkatnya. Meskipun kami akan dicap sebagai kaum alayers sekalipun.

Rencananya kami tidak akan membahas apa-apa tentang perjalanan mereka. Kami akan menunjukkan bahwa kami tidak peduli dengan liburan mereka. Kami baik-baik saja. Begitulah kira-kira. Setelah itu, jika mereka datang kami tidak akan membukakan pintu dengan cepat. Kami akan membiarkan mereka menunggu lama di luar dalam gelap malam dan mudah-mudahan kala itu dingin dan salju pun turun, eh. Kami tidak akan menerima suap dalam bentuk apapun. Jika mereka meminta mengunduh film Malaysia, kami akan bilang, “downloadin aja sama si Fulan dan Fulanah itu. Kalian kan jalan-jalan sama mereka”. Apapun yang mereka katakan, balaslah dengan “Sama si Fulan-Fulanah saja, kan jalan-jalan sama mereka.” Wah…keren nyeee. Dan yang paling utama dan terutama sekali adalah jangan sampai mereka tahu kalau kami akan berangkat besoknya.

Kemudian Duo Betrayers ini datang. Membawa roti bakar yang dijual di dekat kos kita. Bukankah itu benar-benar miris? Mereka tidak membawa oleh-oleh sama sekali. Mereka lalu datang dengan seribu alasan yang kami terima dengan tidak senang hati. But..It’s okay. Masih banyak yang bisa kita balaskan bukan?

Setelah mereka pergi. Eka dan Rahmah memintaku mengajak satu laki-laki. Sebagai pelindung. Hmmm aku tidak setuju. Aku akan melindungi kalian. Dan biarkanlah perjalanan ini menjadi perjalanan non muhrim saja. Setelah perjalanan sendirianku beberapa hari yang lalu, percaya diriku jadi luar biasa meningkatnya. Aku sepertinya bisa melakukan semuanya sendiri. Aku jadi kagum pada diriku sendiri. Hihi.

Esoknya kami berangkat bertiga. Bergegas, bergempita dan tertawa-tawa. Setiba di Manggeng, mobil yang kami tumpangi rusak. Sekira tiga jam lamanya. Tapi itu sedikitpun tak merusak kebahagiaan kami. Hingga sampailah malamnya kami di Meulaboh. Puas di Meulaboh kami terus ke Banda Aceh. Terus ke Sabang dan Banda Aceh lagi. Dan kami membawa duo betrayers itu kemanapun kami pergi walau dalam bentuk karikatur.

Gimana? Tak perlu laki-laki bukan sebagai pelindung atau apapun itu? Walau kita kelelahan memasukkan dan mengeluarkan motor dari kapal. Terjatuh di tangga karena begitu lelah (Have you been okay, Ka?). Kebut-kebutan mengejar kapal hingga nyaris ketinggalan. Digangguin pekerja di kilometer nol. Hampir tabrakan berkali-kali karena kita jalan-jalan ke tengah padahal mau nyimpang ke kiri. Hidupin lampu sen kiri padahal mau ke kanan (Gak jelas buanget).Tersesat hingga tengah malam karena navigasi kita bertiga sama-sama buruk. Berpisah di tengah kota karena miss komunikasi. Sampai buat Eka nangis (maaf ya Ka). Nanti kita beli Handphone yang batrainya gak habis-habis. Meski perjalanan ini lebih banyak dihabiskan dengan tersesat, tersesat dan tersesat. That’s still amazing like us. Haha.

Seseorang pernah berkata padaku. Kalau tujuan bukanlah segalanya. Tetapi prosesnya lah yang jauh lebih utama. Jika kamu hanya melihat tujuannya saja, kamu hanya akan dibuat muak dengan hidupmu sendiri. Seorang guru akan gila jika hanya melihat nilai akhir siswanya yang selalu di bawah KKM. Coba dia nikmati prosesnya selama mengajar. Dia akan merasakan bagaimana menakjubkannya dirinya dengan segala tahapan yang dia alami. Pendaki gunung bukannya bahagia karena bisa menapaki puncak saja. Namun mereka menikmati perjuangannya mendaki, dahaganya ketika berjuang menuju puncak dan sepoi angin serta pemandangan alam yang menemaninya selama pendakian. Disitulah letak berartinya sebuah perjalanan.

Sepertinya ini sudah menjadi catatan yang panjang. Selama perjalanan ini aku mengakui bahwa persahabatan betul-betul bagai kepompong. Jika kamu sudah menjadi kupu-kupu, indahlah dengan warnamu sendiri. Terbanglah kemanapun kamu mau. Jika nanti kamu sudah menikah dan memiliki hidupmu sendiri, perjalanan seperti ini mungkin tidak akan terulang lagi.

Untuk Cek Pet dan Asep, sengaja kami membuat pembalasan sekeren itu agar kalian tahu bahwa kalian adalah sahabat yang berharga. Tak sedikitpun kami memiliki perasaan marah dan kesal pada kalian. Walau tampaknya seperti itu. Maklum, kami hanya tiga perempuan dewasa yang juga berbakat menjadi filsuf. Jika kami mengatakan “Kami gak pa pa kok,” atau “Tunggulah pembalasan dendam kami” itu berarti memiliki banyak arti dan butuh penafsiran yang mendalam.

Akhir kata, seperti yang kukatakan tadi, persahabatan hanyalah kepompong. Kalian adalah kupu-kupu yang bisa terbang kapanpun kalian mau. Meski begitu kalian tetaplah sahabat kami yang baik hati dan keren. Sahabat yang menyinari hati kami. Sahabat yang selalu kami ingat dan bawa kemanapun kami pergi. Sahabat yang mewarnai hari-hari kami. Sahabat yang meledakkan kami dalam kebahagiaan. Sahabat yang ….ah sudah sudah. Lebay ah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapak, Ibuk dan Ceritanya

Your Dying Heart

Pengalaman TOEFL ITP Online