Ayah


Speechless. Awesome. Aku jarang menemukan novel yang tiap bagiannya seperti puzzle berserakan. Plot maju mundur dengan sentuhan lokal dan gaya bertutur melayu yang cukup kental. Jika pembaca tidak awas dari awal, novel ini menjadi kumpulan kata-kata terpisah yang membosankan. Aku bahkan sering skimming dari bagian awal hingga memasuki akhir cerita. Ada begitu banyak nama yang bermunculan. Jika dihitung-hitung mungkin sampai lima puluhan lebih. Aku tidak mengerti peran masing-masing tokoh sebagai penguat dan penghubung cerita. Siapa ayah yang dijadikan judul besar di cover buku. Siapa tokoh utama? Apa hubungan tokoh satu dengan yang lainnya. Belum selesai pertanyaanku terjawab, muncul lagi tokoh-tokoh lain yang tidak kupahami mengapa dia harus diceritakan.


Adalah Sabari yang memiliki porsi terbesar dikisahkan dalam cerita. Sosok puitis, setia, lurus, namun miskin dan buruk rupa. Jatuh cinta pada Marlena binti Markoni yang kecantikannya bak purnama kedua belas. Doyan gonta ganti pacar dan tak mungkin rasanya membalas cinta Sabari. Beauty and the beast tidak mungkin terjadi di dunia nyata. Uniknya, walau berkali-kali patah hati, Sabari tidak pernah patah harapan. Serupa namanya sabar-i. Aku sempat berfikir dialah ilustrasi ayah cover novel ini. Tak disangka Sabari berhasil menikahi Lena walau untuk menutup aib Lena yang sudah hamil oleh lelaki tak bertanggung jawab. Setelah menikah pun Lena tak pernah melihat Sabari. Lain halnya Sabari, baginya dalam hidup ini semua hanya terjadi tiga kali. Pertama mencintai Lena, kedua mencintai Lena, ketiga mencintai Lena. Disitu kadang aku merasa sedih. Demi Tuhan, aku tidak ingin menamai siapapun bahkan apapun di dunia ini dengan Sabari. Sabar tanpa batas, menyedihkan Boi.

Namun novel ini tak hanya membahas kisah pilu Sabari sebagai suami dan ayah. Andrea juga menyinggung sosok ayah Sabari, ayah Lena, ayah Ukun, ayah Tamat dan ayah-ayah temannya yang lain. Belum lagi masih ada Amirza, Jon Pijarelli, Drs Makmur Manikam, hingga Larissa Sweet Wuruningga di Australia sana, dengan ceritanya masing-masing. Mereka dengan kisahnya tiba-tiba sudah hadir entah untuk di bagian mana dalam susunan puzzle. Semakin dibaca, puzzle itu malah seperti benang kusut tak terselamatkan.

Hingga tibalah aku di akhir cerita. Barulah aku menemukan benang merah dari setiap cerita yang dimunculkan Andrea sebelum-sebelumnya. Semua pertanyaanku terjawab setelah aku menemukan titik kunci untuk menyusun puzzle yang berserakan tadi menjadi satu kesatuan utuh. Kau tahu apa yang terjadi. Takjub, kagum dan wow. Aku terkecoh hidup-hidup. Karena makna cerita mampu menyentuh relung hati. Aku kembali membuka kalimat pertama yang ditulis Andrea sebelum memasuki bagian pertama cerita. “Seperti dikisahkan Amiru kepadaku”. Harusnya itu sudah menjadi warning kalau semua penokohan dan jalan cerita bermuara kepadanya.

Sejak awal aku sudah kalah oleh rasa bosan. Dan sepertinya hal itu juga sudah diprediksi oleh penulis. Disitulah sisi menarik novel ini. Pembaca dibuat linglung untuk kemudian mengejutkan mereka dengan penyelesaian yang dibutuhkan. Karena penulis menyimpan kunci itu di penghujung cerita. Di kala semua utuh, di saat semua misteri terpecahkan, di saat itu lah kau benar-benar ingin pulang. Menyampaikan langsung kebanggaanmu kepada ayah yang sering kau kecewakan. Meyakinkan bahwa dimanapun kau berada kau akan baik-baik saja. Menjanjikan kalau kau akan menjadi yang terbaik, menggapai semua mimpi-mimpi untuk membuatnya yakin bahwa kau bahagia. Berterima kasih karena sudah menjadi ayahmu yang istimewa. Menyatakan cintamu yang tak akan lekang oleh waktu. Seperti Amiru mencintai ayahnya meski dalam hidup yang kacau balau.

Kulalui sungai yang berliku
Jalan panjang sejauh pandang
Debur ombak yang menerjang
Kukejar bayangan sayap elang
Di situlah kutemukan jejak-jejak untuk pulang
Ayahku, kini aku telah datang
Ayahku, lihatlah, aku sudah pulang –Puisi Zorro untuk ayahnya, Sabari hal. 384


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapak, Ibuk dan Ceritanya

Your Dying Heart

Pengalaman TOEFL ITP Online