Menceracau Lagi


Sebenarnya ini bukan waktu yang tepat untuk menceracau. Mudah-mudahan lelaki yang tengah kurindukan itu, tidak menyebutku seperti wanita tua penceracau namun tetap tidak membuat cinta Mas berkurang padamu. Eh.

Aku sudah lama berhenti menulis. Itu ekivalen dengan sudah lama tidak bersenang-senang. Aku merasa ada kalanya seseorang berhenti menulis. Mengendapkan dulu segenap pikiran. Mengasah lagi keterampilannya. Menyiapkan sungguh-sungguh hal baru dan fresh. Membaca lebih banyak buku dan sejenisnya. Menulis yang terlalu kontinu tanpa perubahan gaya bercerita akan membuat pembaca bosan. Seperti yang aku rasakan pada penulis yang perlahan aku tinggalkan. Namun, semakin banyak buku dan catatan dilahap lahap, nafsu menulis jadi ciut menciut. Banyak tulisan yang penyajiannya keren dan tidak garing walau ditulis oleh orang yang sama. Bayangkanlah, bagaimana tulisan yang jumlahnya begitu banyak dengan ide sama memiliki gaya cerita berbeda. Proses kreatif apa sih yang dialami mereka hingga lahirlah tulisan dengan daya pikat tersendiri?

Minder. Iya. Folder “mudah-mudahan jadi tulisan” ku sudah gendut-gendutnya. Tak juga brojol-brojol menjadi tulisan siap tayang. Walau aku belum merasa jadi orang termiskin di dunia, tetap saja kepercayaan diriku terkuras. Aku benar-benar berhenti menulis hingga seseorang berkata padaku, aku ini hanya tipu-tipu. Namun yang kudengar malah butiran debu. Aku bisa menyanyi kapan saja.

Tapi ini juga bukan waktu yang tepat untuk bernyanyi. Lelaki tak romantis yang kubicarakan tadi seharusnya datang dan membisikkan, “Sayangku, beranilah”. Berani bersenang-senang dengan hobimu tanpa takut dibatasi pikiran siapapun. Berani menampilkan karyamu tanpa takut dibatasi keinginan siapapun.“You’d better stop dawdling, dear” Lo..kok Mas ku tiba-tiba jadi so sweet gini yak? Hoalah, palingan kalau masalah beginian, lelaki itu hanya akan bilang. Beranilah. Berani aja. Lahir bathin pokoknya. Haha. Menulis menyenangkan bukan? Kamu bisa lari dari kenyataan.

Terlepas dari mahir tak mahirnya aku menulis. Judul-judul yang ditolak penerbit. Membaca lagi tulisan lama dan menemukan so so aja. Tetap saja, bisa menulis adalah anugrah. Kamu bisa merancang duniamu sendiri untuk keluar dari rutinitas yang membosankan. Kamu bisa mengkonversi energi negatif yang merasuki dirimu menjadi energi positif yang melegakan. Kamu bisa mengungkapkan ide-idemu, perasaanmu dan mimpi-mimpimu untuk memotivasi dirimu sendiri. Mengabadikan tahapan-tahapan yang pernah kamu lalui dalam hidupmu untuk kamu kenang atau tertawakan suatu hari nanti. Simple bukan?

Selamat berani menulis!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapak, Ibuk dan Ceritanya

Your Dying Heart

Pengalaman TOEFL ITP Online