Rindu


Finally, Rindu has done. Why did you make me hibernation so long? Huft. . .

Aku menamatkan Rindu sekira enam bulan. 248 halaman kucicil hari demi hari. Kadang selingkuh dulu dengan blogwalking kesana kemari. Alur Rindu yang bergerak sangat lambat membuatku skimming. Pengenalan tokoh, latar bahkan keseharian dan percakapan semua tokoh-tokohnya ditulis sebegitu detail. Aku jadi ingat Annisa yang jika ditanya bagaimana kakinya bisa luka, Nisa akan menjelaskannya mulai dari bangun tidur, mandi, berangkat sekolah, belajar, jam istirahat, bermain dengan teman lalu terjatuh. Lengkap dengan percakapan dengan mama, guru dan teman-teman yang terlibat dengan kesehariannya di hari itu.


Rindu bukanlah novel yang tebal. Hanya 544 halaman. Bisa saja habis dua sampai tiga hari jika istiqamah. Atau seminggulah, jika istiqamahnya belum terlalu kebal. Kalau sudah hitungan bulan apa tuh namanya? Begitulah, terkadang kita terlambat menyadari sebuah penantian dan perjuangan itu akan berakhir istimewa jika kita bersabar melewatinya. Halaman 249 hingga tamat, aku lahap dalam satu setengah hari. Pergerakan Rindu sudah mulai kurasakan debarnya. Alurnya semakin cepat, kian menyesak dan semakin membuat penasaran.

Rindu mengambil setting tahun 1938, ketika Indonesia masih dijajah Belanda. Ada lima kisah mengharukan yang dibungkus menjadi satu. Diangkut Kapal Blitar Holand, kapal uap kargo terbesar di zaman itu. Kapal ini membawamu dan ribuan orang lainnya dari pelabuhan Makassar, Surabaya, Padang, Banda Aceh, Kolombo hingga sampai ke tanah suci berbulan-bulan. Di kapal itu kamu akan berkenalan dengan Gurutta, Daeng Andipati, Mbah Putri dan Mbah Kakung, Bonda Upe dan Enlai, Ambo Uleng serta Anna, Elsa, Ruben, Kapten Phillips, Chef Lars dan tokoh-tokoh lainnya.

Seperti judulnya, kamu akan merasakan perjalanan panjang kerinduan yang membuatmu menyadari untuk siapa sejatinya rasa rindu itu kamu haturkan. Makna cinta sejati bagi kamu yang kehilangan kekasih hati. Bagaimana memeluk erat rasa benci untuk menemukan kembali binar cahaya di hatimu. Berdamai dengan masa lalu untuk bisa menatap masa depan dengan mantap. Dan bagaimana mengalahkan dirimu sendiri yang begitu goyah untuk menerima dirimu seutuhnya.

Setiap penulis memiliki caranya sendiri untuk menyampaikan gagasan-gagasannya. Diterima atau tidak, penulis sudah menyerahkan karyanya kepada pembaca. Dan setiap pembaca memiliki pilihannya masing-masing. Walau sedikit menyesal membiarkannya tidur berbulan-bulan, aku suka dengan semua kisah dan ending Rindu ini. Bagiku buku yang baik adalah buku yang membuatmu berhenti di beberapa bagian lalu terhenyak. Harusnya aku begini. Cara ini jauh lebih baik.

Bagi yang sedang jatuh cinta, kamu akan menantikan kisah Ambo Uleng. Walau lari sejauh mungkin, tetap saja bagaimana kisah itu berakhir ditentukan oleh Penulis kisah cintanya. Apa perlunya kamu meniru-niru kisah cinta novel dan drama-drama. Kamu pasti tahu penulis mana yang jauh lebih hebat.
“Kita boleh jadi benci atas kehidupan ini. Boleh kecewa, boleh marah. Tapi ingatlah, tidak pernah ada pelaut yang merusak kapalnya sendiri . Jangan rusak kapal kehidupan milikmu hingga dia tiba di dermaga terakhirnya.” Rindu halaman 284. Ini adalah bagian yang paling aku suka.

Jika kamu membaca Rindu, dan kamu juga bukan pembaca ulung sepertiku tahanlah sebentar di halaman-halaman pertama. Bersabarlah sedikit lagi. Sedikit lagi. Walau bagaimana pun hikmah selalu muncul belakangan bukan?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapak, Ibuk dan Ceritanya

Your Dying Heart

Pengalaman TOEFL ITP Online