Batu Lado dan Kenangan


Ternyata batu lado itu adalah Sehidup Sesurga. Karya Fahd Pahdepie. Bagi yang lupa sejarah batu lado, sila ingat ingat dulu komen komen fhoto yang ogud posting beberapa bulan lalu. Lahirnya batu lado berawal dari siasat jitu. Fhoto yang diembeli pertanyaan “Siapakah di antara mereka yang pertama kali menikah?” adalah ketika persiapan pernikahan ogud. Bwhaha. . .sudah sudah, kembali ke topik.

Membuka halaman pertama serasa telah menyelesaikan semua isi buku. Dua ucapan selamat bertengger di sana. Terenyuh. Apalagi lengkap dengan penulisan M.Pd setelah nama pengirim. Paralu yo Bes?


Sebagai pengantin baru yang keren, aku tahu betapa beratnya bingkisan ini dijadikan kado pernikahan. Sungguh istimewanya yang sedang menikah hingga buku yang sudah distempeli HomeBook DB berpindah ke lain genggam. Serasa menyerahkan anak sendiri ke lain ibu. Terima kasih atas kado yang berharga ini keluargaku. Semoga Allah segera mempersatukan dengan jodoh masing-masing. Yang tinggi iman dan ilmunya. Yang kaya hati dan hartanya. Yang banyak amal dan warisannya. Yang indah akhlak dan rupanya. Yang membawa kunci syurga. Amiin.

Usai membaca buku ini, air, laut, udara menjadi pink semua. Oksigen mewangi kembang melati. Angin sepoi berhembus dari celah ventilasi. Aku jadi ingat doaku kala saban hari diteror pertanyaan kapan nikah kapan nikah dulu. Terserah dia adalah dokter, insinyur, pengusaha kaya atau pewaris gramedia ya Allah, yang penting dia suka menulis ya Allah. Suka membaca juga ya Allah. Amiiin ya Allah.

Tak salah kata pujangga. Jika penulis jatuh cinta padamu, kamu akan hidup selamanya. Sehidup sesurga adalah cara penulis mengabadikan kenangan dengan istri yang dicintainya. Betapa setiap hal kecil saja tidak cukup diingat di kepala. Dan so sweet nya itu lo! Siapa sih di dunia ini yang tidak ingin diabadikan dalam sebuah tulisan. Dalam satu buku lagi!

Sehidup sesurga adalah kumpulan kisah sederhana yang mungkin juga dialami oleh semua keluarga di Indonesia. Kamu tidak akan menemukan tulisan tentang adab istri terhadap suami. Amalan istri sehari hari demi mendapat ridho suami. Namun tentang hal yang biasa terjadi namun tidak biasa dituliskan. Tak ayal di beberapa bagian aku ngomong-ngomong sendiri, “Iya iya. Bener tuh. Aku juga pernah gitu, Mas sih. . .”

Seperti di bagian ini. Taruh Hatimu di Puncak Gunung. Setelah memutuskan menikah, temanku berseru. “Kok bisa ya kamu berani menikah dengan orang jauh. Kamu Padang, dia Yogya, kerja di Aceh dengan jarak lumayan”. “Kalau suka dan yakin, ya nikah aja, kok repot” respon suami begitu. Dia paling tidak suka dengan standar-standar tertentu dalam memilih pasangan. Harus satu kampung lah. Sarjana lah. Ahli waris kebun sawit lah. Seolah jika tidak begitu, pernikahan tidak akan baik baik saja.

Makanya, taruh hatimu di puncak gunung. Banyak orang yang membuat keputusan dalam hidup tapi tak belajar menguatkan hatinya. Hati yang lemah akan disibukkan dengan rasa cemas, ragu dan takut. Hati yang tersimpan di puncak gunung tak akan tergelincir, karena yang tergelincir adalah tindakan dan pilihan pilihan bodoh yang kita buat. Hati yang tersimpan di puncak gunung tak akan merasa lelah, karena yang lelah adalah tubuh yang mendaki. (Aih, aih, jadi ingat fhoto post wedding di gunung Prau lalu. Sebelum sampai di puncak, sibuk ngomel. Ngapain lelah lelah ke sini bawa bawa baju nikah cuman buat fhoto doank. Kayak fhotoshop belum lahir aja. Eh eh pas udah sampai puncak, “Mas mas, kapan lagi mas, yok mas, lagi mas!” loncat loncat)

Juga di bagian ini. Tentang cinta dan jarak. Aku juga percaya bahwa cinta tak akan terpengaruh oleh jarak. Pada titik tertentu cinta bahkan bisa mengabaikan jarak. Dan setelah menjalani long distance marriage, aku berfikir bahwa cinta yang tak memedulikan jarak adalah cinta yang egois. Mungkin kita merasa tidak apa-apa, tetapi apakah orang yang kita cintai juga merasa tidak apa-apa jika kita tidak didekatnya? Hiks...tuh kan, jadi baper kan!

Terakhir, setelah membaca buku ini aku meyakini bahwa membaca dan menulis adalah komunikasi dua arah yang diciptakan. Mengomunikasikan perasaan bukan hal yang mudah bagi setiap orang. Apalagi bagi seseorang yang semakin diam jika didiamkan. Ngomong sedikit kala dicerewetkan. Dan datar-datar saja diajak ngomong serius. But you don’t know how deep his heart. Menulis adalah obat penawar.

Dan satu lagi yang terpenting. Patang tu ndak alek alek an do Beih Yoooo! Tapi tangga pertama menuju sehidup sesurga. Krik Krik.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bapak, Ibuk dan Ceritanya

Your Dying Heart

Pengalaman TOEFL ITP Online