Jodoh
Apa satu manusia
memiliki satu jodoh? Jika demikian, bagaimana dengan seseorang yang telah
menikah lebih dari sekali. Manakah jodoh yang asli? Hmmm mungkin saja satu
manusia memiliki lebih dari satu jodoh. Buktinya perempuan lebih banyak dari
laki-laki. Tapi tunggu dulu. Bagaimana kalau jodoh kamu meninggal sebelum
kalian menikah, apakah Allah akan menyediakan jodoh yang baru untukmu? Hmm,
atau mungkin ada satu manusia yang tidak punya jodoh. Kelakarku bersama teman
dulu. Kami hanya mengakhirinya dengan tertawa. Jodoh itu rahasia Illahi. Itu
cukup untuk mewakili.
Tapi hidup punya
banyak warna untuk harimu. Kendati menyelipkan satu warna berkelanjutan yaitu
ragu ragu. Setiap hari aku meragu. Apakah sikapku sudah tepat. Apa pilihanku
sudah benar. Apa aku terlalu banyak berpikir. Jika aku memang sudah melakukan
kata hatiku, apa semua kata hati juga sudah benar. Jodoh ooo jodoh.
Kepada temanku yang
sudah menikah, aku selalu bertanya, mengapa kamu yakin menikahinya. Semua
jawaban mereka rata-rata begini : entahlah, yakin saja. Yakin kalau dialah
jodohku. Mengapa kamu merasa siap untuk menikah? Jawabannya : tidak siap. Aku
tidak siap tapi aku yakin. Huaa…. Jika kamu menunggu siap untuk menikah, sampai
kapanpun kamu tidak akan siap-siap. Namun setelah Allah menyelipkan rasa yakin
itu dan memenuhi hatimu, just do it. Laksanakanlah sunnah rasul itu
dengan penuh ketakwaaan kepada Nya. Menikah bukan untuk dipikir saja tapi
dilakukan.
Hingga berjodohlah
aku dengan jodoh ini. Sena dan Keara adalah sepasang kekasih yang jatuh cinta
sejak zaman sekolah dasar. Cinta itu kian hari kian membesar sehingga Sena
takut cintanya yang tak terbendung malah merusak makna cinta itu sendiri. Sena
pergi menjauhi Keara untuk kembali menjemputnya pada hari yang tepat sebagai
jodohnya di pelaminan. Apakah mereka akan berjodoh? Apakah mereka adalah
ketentuan Allah satu untuk yang lainnya?
Aku setuju dengan
pemikiran penulis tentang takdir dan nasib. Takdir adalah kalimat-kalimat yang
ditulis manusia sepanjang hidupnya. Nasib adalah semua cerita yang selesai
mereka tuliskan setiap harinya. Tuhan tak pernah campur tangan tentang cara
manusia menuliskan semuanya kecuali tentang segala hal yang memang telah
tertulis lebih dahulu. Hal hal yang manusia tak mungkin mengubah atau
menolaknya, maktub.
Tentang takdir
mungkin Tuhan menyiapkan titik titik peristiwa dengan jumlah kemungkinan yang
tak terbatas. Lalu kita menentukan ke titik mana kita bergerak, ke titik mana
kita melanjutkan konsekuensi dari skenario yang kita pilih di titik takdir
sebelumnya. Kita menyebut apa apa yang sudah kita alami sebagai nasib.
Menemukan jodoh
seperti menemukan jalan yang benar di labirin kehidupan. Semua arah terasa
benar. Manusia hanya perlu siap menempatkan diri dalam bahaya. Mencoba
peruntungan di jalan yang belum diketahui onak di hadapan. Dan kita juga
terhubung dengan hidup orang lain di sekeliling kita. Nasib kita bisa jadi
terbentuk karena pilihan orang lain di sekitar kita. Bertaut-taut,
berpilin-pilin hingga akhirnya kita bertemu dengan maktub itu sendiri. Kapankah
itu?
Sebagian orang
berhasil mengikuti pangggilan yang dibisikkan hati setiap mereka, sementara
sebagian lainnya memilih untuk menunda atau terpaksa mengabaikannya-Jodoh
hal 130.
Apakah buku ini
menghilangkan keraguanku? Jawabannya tidak. Hanya saja, banyak hal yang bisa
kupahami dan renungkan tentang keyakinan akan bertemu jodoh suatu hari nanti.
Mengetahui akhir dari pertarungan sebelum diperjuangkan tidak akan menyenangkan
bukan? Cara terbaik mendapatkannya adalah dengan memperbaiki diri, menambah
ilmu, memperluas wawasan, keterampilan dan selalu berdoa menjemput jodoh. Itu
adalah janji Allah. Tertulis dalam al Quran. Mudah-mudahan dipermudahNya,
Amiin.
Seperti kata Dee
Lestari di cover jodoh, buku ini tepat untuk yang sedang dimabuk cinta. Bagi
yang tidak sedang dimabuk cinta, mungkin buku ini jadi terasa enek. Karena kita
diserbu oleh kata-kata cinta dan pujian yang bertubi tubi. Namun di endingnya,
kamu tetap bisa menikmati cerita ini jika direnungkan dan dipahami dengan baik.
Oh ya, aku ingat
beberapa teman membujukku untuk memilih dicintai dari pada mencintai. Walau
sempat meragu, setelah membaca buku ini aku semakin yakin dengan jawabanku.
Mencintai akan meningkatkan kualitas diri sedangkan dicintai akan membuatmu
sewenang-wenang. Ku lepaskan orang yang mencintaiku walau melepaskan tidak
semudah yang Ibuk kira.
Kuhentikan hujan.
kini matahari
Merindukanku,
mengangkat kabut pagi perlahan
Ada yang berdenyut
dalam diriku:
Menembus tanah
basah
Dendam yang
dihamilkan hujan
Dan cahaya matahari
Tak bisa kutolak
matahari
Memaksaku
menciptakan bunga bunga
Sapardi Djoko
Damono, “Kuhentikan Hujan”, Hujan Bulan Juni hal 91 dalam Jodoh hal 128
Komentar
Posting Komentar