Yang Mampu Membunuhmu
“Jatuh cinta adalah
cara terbaik untuk bunuh diri”. Koleksi ke-empatku dari buku karya Bernard
Batubara. Kali ini judulnya membuatku menduga-duga. Dalam kondisi not
delicious body aku membuka halaman pertama masih dengan hati menduga-duga.
Aku rasa aku akan mencium anyir darah, air mata dan luka yang mendalam usai
membaca. Sesuatu yang tak kutemukan dalam buku sebelumnya. “Milana” dan “Surat
untuk Ruth” bertema penantian panjang akan cinta. Tentang harapan yang
bergelantungan sebab cinta. Begitupun dalam “Cinta.” ada cinta berbunga dengan
ending tidak membuat kesal. Buku ini masih dengan topik sama walau sepertinya
akan mengulik sisi gelapnya tanpa ampun.
Sebenarnya aku
sudah menyerah membaca buku bertema cinta melulu. Biasanya jalan cerita
berputar-putar tanpa tujuan jelas. Tak ayal aku menggumamkan “Itu lagi, itu
lagi”. Palingan tokoh-tokohnya akan begini lagi begini lagi. Endingnya
bolehlah, kalau gak bersatu ya berpisah atau menunggu dengan setia. Namanya
juga cinta. Seperti itu.
Namun, cinta kali
ini dikupas dengan aura berbeda. Dan benar saja. Aku berkenalan dengan
kuntilanak kasmaran pada cerpen “Nyanyian Kuntilanak”. Mereka menyebutnya
Kunti. Konon kabarnya nama kota Pontianak terinspirasi darinya. Kunti jatuh
cinta pada Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie. Cinta pada pandangan pertama.
Bisalah dikatakan begitu. Saat Kunti melayang-layang mengitari sungai Kapuas,
ia tertarik pada Sultan yang berkelana bersama rombongannya di sana.
Perbedaan yang
diciptakan Bara dengan karya sebelumnya memang sangat kentara. Walau aku tidak
kehilangan gaya bertutur khas penyair ala Bara, tema kali ini lebih surealis.
Sebagai penikmat sastra yang masih amatir, aku membaca buku kumcer ini dengan
konsentrasi penuh, imaginasi tak tentu dan tanda tanya penuh. Seringkali aku
mengernyitkan dahi, menganalisis, menelan ludah, berhenti untuk kemudian
dilanjutkan kembali. Tak sungkan juga aku membaca berulang-ulang untuk
menangkap apa sebenarnya yang sedang berkecamuk dalam cerita. Bara berhasil
menyihirku dengan jalan cerita aneh bin apik lagi menarik.
Terkadang manusia
lebih menyukai sesuatu yang sulit mereka taklukkan. Karena memberi tantangan
dalam menajamkan daya pikir, analisis bahkan alam bawah sadar untuk menemukan
makna yang disimpan rapi penulis dalam tenunan kata-katanya. Seperti sehantu
Kunti tadi. Aku tergelitik dengan keyakinannya bahwa cinta tak pernah salah.
“Ah, kalian tak
mengerti perkara cinta. Mana bisa aku mengatur hati ini hendak jatuh kepada
siapa. Apakah hantu atau manusia. Mana bisa?” –Nyanyian Kuntilanak hal 19
Namun kekehku hanya
sementara. Karena ending dengan plot-twist sudah siap menungguku. Aku
terjebak dengan alur mula penggambaran cerita hingga tak kusangka telah
berakhir jauh dari dugaanku.
Ada lima belas
cerita pendek dikumpulkan dalam satu buku. Aku tidak bisa memilih best of
the best dari semua judul tersebut. Setiap cerita memiliki keunikan dan
daya pikatnya tersendiri. Sebagian besar cerita menghadirkan tokoh-tokoh magis
yang membuatku tak henti bertanya-tanya. Seperti pohon dalam “Seorang Perempuan
di Loftus Road”. Dimana perempuan yang menunggu kekasihnya yang tak pernah
datang akan berubah menjadi pohon. Pohon? Kenapa pohon? Mungkin di bawah pohon
merupakan tempat yang sejuk untuk beristirahat. Hanya saja mereka terus saja
menunggu hingga mereka menjadi semakin tua dan tak mampu lagi menahan harapan
lalu mati ditebang atau terkubur dalam penantian. Perempuan memang diidentikkan
dengan setia menunggu. Tapi ketika harapan tidak bisa lagi disebut harapan
berarti sudah waktunya untuk menemukan harapan baru. Hal yang paling
menyakitkan adalah dilupakan setelah diberi harapan. Bara mungkin bermaksud
begitu. Aku tidak mau menjadi pohon.
Adapun Jatuh cinta
adalah cara terbaik untuk bunuh diri dijadikan cerita pamungkas. Masih berkisah
tentang cinta antara dua alam yang berbeda. Malaikat dengan manusia. Berbeda
dengan “Nyanyian Kuntilanak” cerita ini menggunakan setting modern. Aku paling
menunggu cerita satu ini. Penceritaan yang komunikatif dan mengalir. Lebih
mudah dicerna walau sama “aneh”nya menjadikan cerita ini cukup santai dibaca.
Ini adalah pilihan tepat agar pembaca tidak merasa monoton.
“Mungkin kau akan
bertanya mengapa aku tidak jatuh cinta kepada malaikat saja. Kau bisa jatuh
cinta pada orang yang sangat berbeda darimu bukan? Aku tidak bisa memilih jatuh
cinta dengan siapa. Jatuh cinta bukan perkara memilih.”-Jatuh Cinta adalah
Cara Terbaik untuk Bunuh Diri hal 286
Semua kisah
bermuara pada sisi mematikan dari cinta. Ngeri. Tragis. Sedih. Muram. Takut.
Kendati tidak diinginkan, selalu ada keresahan yang tersembunyi dalam cinta.
Kau bisa menemukannya jika sudah melahap setiap kisah dalam kumpulan cerita
ini. Hingga pada akhirnya kau menyadari hanya orang yang paling mencintaimu,
yang mampu membunuhmu. ��� ˖I
Komentar
Posting Komentar